syalom


widget

welcome


widget

Rabu, 06 Mei 2015

INDUSTRI KEUANGAN GLOBAL VS REGIONAL


Otoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Tujuan dibentuknya OJK yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis, menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi di sektor perbankan dan keuangan lainnya.

Jasa keuangan adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk jasa yang disediakan oleh industri keuangan. Jasa keuangan juga digunakan untuk merujuk pada organisasi yang menangani pengelolaan dana dan penggunaan produk jasa keuangan oleh konsumen.
Dengan adanya pemanfaatan produk-produk jasa keuangan, individu/rumah tangga dapat mengatur dan menjaga kondisi keuangannya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya yang dalam tataran yang lebih luas dapat mempersempit kesenjangan penghasilan, sehingga dapat meningkatkan ketahanan keuangan pada level individu yang dalam jumlah yang lebih besar dapat menjaga stabilitas sistem keuangan. Jasa layanan keuangan yang dimaksud dapat berupa produk dasar perbankan seperti tabungan, deposito, pembiayaan/kredit atau juga produk asuransi.
Dari segi penyedia jasa keuangan sendiri seperti bank, peningkatan akses layanan jasa keuangan kepada masyarakat tentunya dapat meningkatkan basis dana pihak ketiga dari masyarakat retail. Hal ini juga dapat mengurangi ketergantungan perbankan dari dana korporasi sebagai sumber utama dana pihak ketiga. Ketergantungan terhadap dana korporasi dapat meningkatkan risiko likuiditas ketika korporasi tersebut menarik dananya dari bank seperti yang terjadi pada krisis tahun 2008. Dengan memperluas basis dana pihak ketiga dari masyarakat retail, maka perbankan dapat meningkatkan ketahanan dari penarikan sejumlah dana oleh nasabah korporasi.

Bagaimana kondisi keuangan inklusif di Indonesia saat ini?
Berdasarkan data Global Financial Inclusion Index, World Bank tahun 2011, Proporsi penduduk diatas 15 tahun yang telah memiliki rekening pada institusi keuangan formal hanya berkisar 20% dari populasi yang berusia diatas 15 tahun. Angka ini tergolong yang terendah jika dibanding dengan negara-negara tetangga sekawasan seperti Malaysia yang mencapai 67%, Vietnam (21%), Filipina (27%), Thailand (78%), India (35%), dan Tiongkok (63%). Sementara berdasarkan hasil Survey Nasional Literasi Keuangan OJK tahun 2013, indeks literasi Indonesia terhadap industri perbankan menunjukkan angka 22%. Angka ini berarti dari setiap 100 penduduk Indonesia, hanya 22 orang yang memiliki pengetahuan dan keyakinan terhadap produk perbankan. Menariknya, dari survey yang sama, indeks utilitas produk dan jasa perbankan oleh masyarakat mencapai 57% yang berarti 57 orang dari setiap 100 penduduk telah memanfaatkan produk dan jasa perbankan. Dari hasil survey OJK tersebut terlihat bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia memanfaatkan produk dan jasa perbankan tanpa adanya pemahaman yang memadai.
Kemudian dari segi deposit terhadap PDB pada tahun 2011, Indonesia juga menempati posisi terendah dibanding negara kawasan yakni di angka 43%, sementara Malaysia mencapai 131%, Vietnam (136%), Filipina (42%), Thailand (79%), India (68%). Begitu pula dari segi penyaluran kredit terhadap PDB Indonesia yakni di angka 32% hanya lebih tinggi dibanding Filipina yang hanya mencapai 21%, namun masih yang terendah jika dibanding dengan Malaysia yang mencapai 104%, Vietnam (136%), Thailand (95%), India (52%), dan Tiongkok (127%). Kondisi rendahnya deposit dan penyaluran kredit terhadap perekonomian tersebut tentu diakibatkan oleh masih belum luasnya cakupan akses masyarakat Indonesia kepada layanan jasa keuangan formal seperti perbankan.

Bagaimana contoh penerapan branchless banking di negara berkembang?
Branchless banking sendiri telah diimplementasikan di sekitar 60 negara. Sebagai contoh kisah sukses branchless banking di Kenya yang dikenal dengan nama M-Pesa. M-Pesa merupakan teknologi mobile money yang dikembangkan oleh perusahaan operator seluler Kenya yang bernama Safaricom yang menggandeng Equity Bank. M-Pesa telah mentransformasi warga miskin yang sebelumnya tidak tersentuh bank kini telah mampu melakukan berbagai transaksi keuangan. Dengan M-Pesa ini warga miskin Kenya tersebut bisa menabung, mengirim uang kepada keluarga, membayar uang sekolah anak, memperoleh pinjaman jangka pendek, bahkan membeli asuransi hanya dengan SMS. M-Pesa hingga tahun 2013 telah menjaring 17 juta users, bahkan sekitar 25% dari PDB Kenya mengalir melalui M-Pesa (Economist, 2013). Model bisnis M-Pesa ini sama dengan model branchless banking pada umumnya yang menggunakan peran agen. Jadi hasil transfer uang melalui M-Pesa misalnya dapat diperoleh di agen tersebut.
Model mobile money juga telah diimplementasikan di negara tetangga Filipina dengan dua pemrakarsa yakni Smart Money yang diluncurkan tahun 2001 dan GCash yang diluncurkan tahun 2004. Bahkan GCash menurut majalah Forbes telah menjadi pemimpin mobile money di Asia Tenggara dengan 2 juta users. Selain itu masih banyak lagi contoh-contoh sukses penerapan model mobile money lainnya seperti Wizzit di Afrika Selatan, Hello Paisa di Nepal, dan lainnya.

Bagaimana implementasi branchless banking di Indonesia ?
Salah satu bentuk branchless banking di Indonesia yang baru berkembang beberapa tahun ini adalah electronic money (e-money). E-money yang telah dikeluarkan oleh beberapa bank antara lain seperti kartu Flazz oleh Bank BCA; Bank Mandiri dengan Indomaret Card, e-Toll card, Gaz card; Bank BRI yang mempunyai BRIZZI; dan Bank DKI dengan JakCard yang juga bisa digunakan untuk TransJakarta; dan ada juga inovasi rekening ponsel dari bank CIMB Niaga. Selain itu, e-money juga ada yang dikeluarkan oleh institusi non-bank seperti Dompetku-nya Indosat, T-Cash dari Telkomsel, Skye Card milik Skye Sab, XL tunai dari XL Axiata, dll. Bahkan tiga operator seluler terbesar tersebut yakni Telkomsel, XL, dan Indosat telah meluncurkan e-money interoperatorability atau layanan pengiriman uang elektronik lintas operator pertama di dunia.
Sementara program keuangan inklusif dari pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia dikenal dengan program Layanan Keuangan Digital (LKD) yang telah selesai dilakukan uji coba pada November 2013. Model LKD tersebut seperti yang diilustrasikan pada gambar 3 dimana bank dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan telekomunikasi dan melalui agen. Pada tahap uji coba dari bulan Mei-November 2013, program LKD ini mendapatkan apresiasi yang cukup baik dari masyarakat dan berhasil membuka 2.833 rekening dengan 8.978 transaksi.
Dari segi regulasi, BI sendiri telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.16/8/2014 yang mengatur pelaksanaan program LKD bagi bank-bank termasuk juga mengatur e-money. Program LKD ini dibagi kedalam empat tahap yakni konektivitas dasar, LKD untuk transfer, LKD untuk full range service (menabung, kredit, pelayanan asuransi), dan tahap keempat yakni digital in-store purchase dimana mencakup transaksi untuk pasar modal dan e-commerce bagi pengusaha UMKM.
Serupa denga LKD, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mempunyai program branchless banking yang dinamai dengan Laku Pandai yang peraturannya akan dikeluarkan pada akhir tahun 2014. Melalui program Laku Pandai ini, OJK menargetkan dapat mengumpulan DPK sebesar Rp200 triliun dalam lima tahun.

Sumber:


Nama   : Frely Revalno Saukoly
NPM   : 22211967
Kelas   : 4EB09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar