syalom


widget

welcome


widget

Minggu, 30 Desember 2012

REVIEW 1: KOPERASI SEKOLAH Titik Masuk Mengurai “Lingkaran Setan” Pengangguran dan Kewirausahaan.


Oleh :
Ir. Priambodo, MS*
                               Infokop Nomor 28 Tahun XXII, 2006


Barangkali agak terasa .janggal. mendengar kembali kata .koperasi Sekolah.. Rasanya dalam dasawarsa terakhir, koperasi sekolah agak luput dari perhatian,
Tetapi, dalam situasi tertentu memperluas kesempatan kerja dan mendorong sebesar-besarnya pertumbuhan wirausaha baru, koperasi sekolah menjadi .aktor
utama. mengatasi permasalahan tersebut. Ada nilai dan potensi strategis yang
dimiliki koperasi sekolah, yang patut diposisikan kembali sehingga permasalahan
klasik, pengangguran, kemiskinan dan lemahnya kewirausahaan, tidak selalu terulang tahun demi tahun. Dalam kerangka itu, mari kita mengupas secara jernih
nilai dan potensi strategi koperasi sekolah, sebagai salah satu upaya menutup permodalan klasik dalam jangka panjang kedepan.

Pertimbangan Dasar
Pengungkapan relevansi koperasi sekolah sebagai tawaran menggunting lingkaran setan pengangguran, kemiskinan dan kewirausahaan, dipicu oleh kondisi
realistis yang ada. Data time series menunjukkan ada kesamaan struktur pengangguran dan kemiskinan sejak dahulu sampai sekarang. Hal ini dapat memunculkan praduga bahwa penyelesaian masalah pengangguran dan pengembangan kewirausahaan tidak dapat dilakukan secara instant. Tetapi harus dilakukan secara sistimatis jangka panjang.
Marilah kita simak, data pengangguran (terakhir Satkernas BPS, 2006) berikut. Walaupun data yang disajikan untuk tahun 2006, namun pengamatan
dari masa ke masa komposisi penganggur relatif tidak berbeda nyata. Sebagian
besar penganggur yaitu sekitar 86% pada tahun 2000 dan 2006 sekarang ini, adalah lulusan sekolah dasar, (SD), sekolah menengah pertama (SMTP) dan sekolah menengah atas (SMTA). Konsistensi angka dan komposisi penganggur
selama 5 tahun terakhir, kuat dan meyakinkan bahwa, perlu memodifikasi pendekatan dan penanganan aspek manusia, sejak dini sebagai cara mengatasi .inti masalah. dan bukan mengatasi .gejala masalah.. Atau dengan kata lain sebenarnya titik kritis pengangguran didominasi angkatan kerja kelompok SD, SMTP dan SMTA. Disinilah ditawarkan alternatif melalui pengembangan koperasi sekolah.
Table 1.
Data Pengangguran menurut Pendidikan
No
Pendidikan
2006
2006
Jumlah
(%)
Jumlah
(%)
1
2
3
4
5
6

< SD
SD
SMTP
SMTA
D2 + D3
S1
257.330
911.782
984.104
2.476.739
175.417
254.111
5
18
19
49
3
5
849.425
2.675.459
2.860.007
4.047.016
297.185
375.601
8
24
26
36
3
3

Jumlah:
5.062.483
100
11.104.693
100
Sumber : BPS 2002 dan 2006


Komposisi terbesar penganggur adalah pendidikan SD, SMTP dan SMTA serta konsistensi komposisi dari tahun ke tahun, memicu satu asumsi bahwa ada sesuatu dibalik fakta itu. Kenapa kuantitas dan komposisinya secara konsisten tidak banyak berubah ?
Jika didekati dari sisi pengembangan sumber daya manusia, secara ideal, mereka seharusnya melanjutkan pendidikan dalam jenjang yang lebih tinggi. Para lulusan SD akan melanjutkan ke SMTP. Para lulusan SMTP akan melanjutkan
ke SMTA dan seterusnya. Tetapi ada sebagian dari mereka, dengan berbagai alasan memilih atau masuk ke pasar kerja. Sebagian dari kelompok ini, menjadi pencari kerja. Karena keterbatasan lapangan kerja, terpaksa harus menganggur.
Disini dapat diperoleh informasi, mengapa terpaksa harus menganggur ? Ada
banyak alasan, tetapi dapat diperkirakan, para lulusan lebih berorientasi atau
motivasi menjadi pekerja daripada menjadi orang yang mandiri, menciptakan
kerja bagi dirinya sendiri (wirausaha).
Angka pengangguran di atas adalah fakta apa adanya. Fakta tersebut memuat
infomasi strategis, yaitu bahwa harus dilakukan pembaharuan atau perombakan, untuk secara sistimatis mempersiapkan generasi lulusan SD, SMTP dan SMTA untuk memiliki alternatif, menjadi pencari kerja dan/atau menjadi
wirausaha. Upaya dan cara mengatasi pengangguran,kemiskinan dan kewirausahaan, tidak dapat dilakukan secara sesaat. Sebab pangkal persoalannya adalah ketidaksiapan untuk tidak menjadi penganggur, yang sudah melembaga dan terstruktur dari masa ke masa.
Penyiapan secara dini, mental dan jiwa  kewirausahaan sejak di bangku sekolah dasar, memberikan alternatif untuk tidak hanya nantinya menjadi orang pencari kerja tetapi orang yang dapat menciptakan kerja (wirausaha). Disinilah letak strategis koperasi sekolah, yang bukan hanya dilihat dari sisi perkoperasian saja. Tetapi lebih luas lagi, sebagai wahana pembelajaran.

Potensi Strategis Koperasi Sekolah
Gambaran relevansi koperasi sekolah terhadap masalah klasik, pengangguran,
kemiskinan dan kewirausahaan, adalah jelas. Langkah berikut mengurai secara
teknis potensi yang dapat dimiliki koperasi sekolah. Pertama, tentunya perlu mendudukkan kondisi dan posisi koperasi sekolah, dilihat dari sudut pandang perkoperasian. Kedua, menyajikan potensi-potensi yang dimiliki koperasi sekolah.
1. Koperasi Sekolah.
Koperasi sekolah, dari sisi kelembagaan belum dapat dikatakan sebagai koperasi yang sebenarnya. Ketentuanketentuan perkoperasian, seperti .anggota koperasi adalah orang yang mampu melakukan tindakan hukum. tentu belum dapat dipenuhi oleh para siswa. Mereka pada umumnya masih muda, dengan umur antara 6-18 tahun. Karena itu, koperasi sekolah belum dapat diterbitkan badan hukum koperasi. Dalam statistic perkoperasian, maka koperasi sekolah dicatat atau didaftar.
Dalam posisi seperti itu, tentu harapan yang diletakkan pada suatu koperasi sekolah, tidak untuk melakukan proses usaha sebagaimana koperasi lain yang telah berbadan hukum. Tujuan akhir koperasi sekolah, tidak membawa siswa untuk menjadi pengusaha atau mencari untung. Siswa adalah siswa, dengan misi pokok sebagai pelajar yang harus menuntut ilmu. Keberadaan koperasi sekolah, sebagai wahana pembelajaran, sehingga memiliki alternative bagi kepentingan di masa depan.
Secara teoritis, pengembangan kewirausahaan tidak dapat dilakukan secara”instant”. Sikap mental kewirausahaan, membutuhkan sentuhan-sentuhan nyata, untuk mengasah potensi-potensi internal yang ada pada diri masing-masing orang, menjadi peka dan terlatih. Proses pembelajaran seperti ini mempercepat terbangunnya sikap mental kewirausahaan. Dampak yang diprediksi akan diperoleh oleh siswa di masa depan, yaitu mereka tidak “gagap” dalam menghadapi tantangan dan keterbatasan ruang gerak kesempatan kerja.
2. Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) sekolah.
Analisis potensi sumber daya manusia (SDM) sekolah, mencerminkan jumlah dan kualitas sehingga, relevan dan logis mendudukkan koperasi sekolah sebagai titik masuk mengatasi permasalahan nasional yang ada. Pertama, berpijak pada sisi jumlah (kuantitas) SDM sekolah, baik siswa (murid), guru dan tenaga non guru. Seberapa besar potensi SDM sekolah sehingga patut diposisikan sebagai .aktor. mengatasi pengangguran, kemiskinan dan pengembangan kewirausahaan ?. Mari kita simak data statistic berikut :

Tabel 2. Jumlah Siswa, Guru dan Tenaga Non Pengajar
No
Lulusan
Sekolah
(unit)
Siswa
(orang)
Kepsek
& Guru
(orang)
Staf Non
Pengajar
(orang)
1
2

3

Sekolah Dasar (SD)
Sekolah Menengah Pertama
(SMTP)
Sekolah Menengah
(SMTA)
147.793
22.274

14.564
25.997.445
7.553.086

5.566.683
1.335.086
542.591

435.466
102.918
108.967

93.739

Jumlah
184.631
39.117.214
2.313.143
305.624
Sumber : Depdiknas 2004/2005

Apakah jumlah siswa 39,1 juta adalah besar atau kecil ? tentu relatif. Dengan menggunakan data pembanding Tabel 1, ada sekitar 9,5 juta penganggur adalah lulusan SD, SMTP dan SMTA maka secara kualitatif dapat ditebak, betapa signifikan pembelajaran kewirausahaan sejak di bangku sekolah. Keberhasilan mengasah potensi kewirausahaan, diperkirakan memiliki andil besar terhadap penurunan pengangguran dalam jangka menengah atau panjang. Dengan demikian menjadi jelas dan logis, jika dilihat dari sisi kuantitas (jumlah siswa), pengembangan koperasi sekolah, sebagai wahana pembelajaran dan mengasah potensi kewirausahaan, adalah memiliki pijakan yang valid dan logis. Potensi sumber daya manusia sekolah, akan menjadi lebih besar dengan memasukkan pula jumlah tenaga pengajar dan pengajar.
Dengan hitungan sederhana, asumsi setiap sekolah ada satu koperasi sekolah, maka ada 184.631 unit koperasi sekolah sebagai sarana pembelajaran berkoperasi dan berusaha. Tentu, sisi penting bukan obsesi pada jumlah (184.631 unit), tetapi lebih penting adalah tersedianya wahana proses pembelajaran untuk memiliki alternatif menjadi mandiri, dan/ atau sebagai pencari kerja.
3. Potensi sebagai Wahana Pembelajaran.
Uraian di bagian depan sudah menyinggung tentang, esensi, nilai strategis
dan potensi koperasi sekolah dalam memberikan andil untuk mengatasi pengangguran, kemiskinan dan pengembangan kewirausahaan.
Koperasi, adalah badan usaha, karena itu tentu melakukan dan memiliki motif usaha. Keberadaan koperasi di sekolah, yaitu dalam wujud koperasi sekolah, siswa memperoleh manfaat ganda. Pertama, siswa dapat secara langsung mengenal melihat, melakukan kehidupan berkoperasi. Sejak dini mengetahui dan mempraktekkan sendiri kehidupan koperasi. Pengetahuan (teori) tentang koperasi yang diajarkan, dapat dipraktekkan secara nyata disekolah. (catatan, pada kesempatan ini belum dapat dipastikan keberadaan mata pelajaran perkoperasian pada kurikulum SD, SMTP dan SMTA). Lepas ada atau tidak adanya mata ajaran formal, keberadaan koperasi sekolah tetap memiliki benefit bagi siswa secara individu, maupun bagi kepentingan pembangunan nasional.
Kedua, benefit yang tidak kalah penting yaitu bahwa koperasi sekolah adalah wahana pembelajaran berusaha, yang memiliki dampak besar di masa depan terhadap pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kewirausahaan.
Para siswa mengenal dan mempraktekkan sendiri aktivitas-aktivitas transaksi atau berusaha seperti : mencatat, membukukan, melayani pelanggan, menerima barang, mengelola barang serta berbagai aktifitas transaksi lainnya. Nampak sederhana. Walaupun secara teoritis sampai sekarang ini, tetap valid ada 2 (dua) pendapat bahwa kewirausahaan itu bakat, dan aliran lain menyatakan kewirausahaan itu dapat dilatihkan. Tetapi, menjeburkan. siswa ke dalam lingkungan yang mendorong mereka untuk : mengenal, melihat, merasakan dan bahkan mempraktekkan sendiri aktivitas-aktivitas transaksi usaha, memiliki korelasi positif terhadap pembentukan sikap mental kewirausahaan. Dalam arti, pengembangan koperasi sekolah menciptakan lingkungan yang mendorong siswa terasah potensi kewirausahaannya, sehingga tidak tercipta ketergantungan.
Kesimpulan
Pembahasan tentang koperasi sekolah, memperlihatkan fakta potensi
sumberdaya manusia di sekolah, relevansi dan peran koperasi sekolah korelasinya dengan upaya mengatasi pengangguran dan kewirausahaan di masa depan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Menyimak data komposisi pengangguran dari tahun ke tahun, relatif tidak ada perubahan signifikan. Komposisi terbesar penganggur (86%) tetap didominasi lulusan SD, SMTP dan SMTA, yang dapat disimpulkan perlunya melakukan sesuai yang “beda”agar lingkaran setan ini tidak terus berkelanjutan. Dengan kata lain, mengatasi permasalahan pengangguran, kemiskinan dan kewirausahaan, tidak dilakukan secara “instant” agar tidak terulang ceritera lama di masa depan.
2. Menganggur mungkin sekali keterpaksaan, karena keterbatasaan pasar tenaga kerja. Tetapi, menganggur sangat mungkin individu-orang, tidak memiliki kesiapan pilihan, sebagai pencari kerja (tergantung orang lain), dan/atau menciptakan kerja (wirausaha). Karena itu, keterpaksanaan tersebut betul-betul terpaksa. Pembelajaran berusaha sedini mungkin, memberikan kesempatan untuk mengasah potensi kewirausahaan yang ada pada diri masing-masing siswa. Namun tetap dicatat, secara prinsip koperasi sekolah tidak dimaksudkan mengarahkan siswa menjadi pengusaha. Koperasi sekolah sebagai wahana, mengasah potensi yang nantinya menyediakan pilihan bagi mereka di masa depan.
3. Melihat fungsi strategis koperasi sekolah, dapat dirintis pengembangan koperasi sekolah yang sudah ada sekarang ini, di beberapa lokasi terpilih, sebagai model pembelajaran koperasi dan kewirausahaan.





Nama / NPM                 : Frely Revalno Saukoly / 22211967
Kelas / Tahun                : 2EB09 / 2012



REVIEW 2 : ANALISIS LAPORAN KEUANGAN KOPERASI KARYAWAN UNIVERSITAS KUNINGAN TAHUN BUKU 2004 - 2005


Oleh :
Iin Sunarti
 EQUILIBRIUM, Vol. 3, No. 5, Januari-Juni 2007: 62-78

III. Metode Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu kita harus menentukan jenis penelitian yang dilakukan, penelitian adalah metode analisis kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data study dokumentasi.
Adapun teknik yang digunakan dalam analisis data adalah sebagai berikut :





















Nama / NPM                 : Frely Revalno Saukoly / 22211967
Kelas / Tahun                : 2EB09 / 2012




REVIEW 1: ANALISIS LAPORAN KEUANGAN KOPERASI KARYAWAN UNIVERSITAS KUNINGAN TAHUN BUKU 2004 - 2005

Oleh :
Iin Sunarti
 EQUILIBRIUM, Vol. 3, No. 5, Januari-Juni 2007: 62-78






















 Nama / NPM                : Frely Revalno Saukoly / 22211967
Kelas / Tahun                : 2EB09 / 2012













Sabtu, 29 Desember 2012

REVIEW 2: TINJAUAN SYARIAH TERHADAP BADAN HUKUM KOPERASI UNTUK BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT)


Oleh :
Hj. Norvadewi
 Vol. IV, No. 2, Desember 2007


Kesesuaian Prinsip Koperasi dengan Prinsip Islam
Pembahasan tentang ekonomi dalam Islam dimasukkan pada aspek ajaran muamalah yang mempunyai dua macam, yaitu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan materi (muamalah madiyah) dan yang menyangkut pergaulan hidup sosial (muamalah al adabiyah).
Menggabungkan kedua hal di atas dipandang sama dengan menggaris bawahi koperasi sebagai salah satu dari sejumlah bentuk kegiatan ekonomi yang tengah dikembangkan saat ini yang merupakan bangun ekonomi yang berwatak sosial dengan berpadunya nilai ekonomi dan sosial di dalamnya. Untuk selanjutnya mendudukkan koperasi dalam pandangan atau kerangka ajaran Islam.
Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis yang melandasi kehidupannya dan terjabar dalam prinsip-prinsipnya yang kemudian berfungsi sebagai normanorma etis yang mempolakan tata laku koperasi sebagai ekonomi. Ciri utama koperasi adalah kerjasama anggota dengan tujuan untuk
mencapai kesejahteraan hidup bersama.
Dari pengertian dan ciri koperasi dapat disimpulkan bahwa falsafah atau etik yang mendasari gagasan koperasi sesungguhnya adalah kerjasama, gotong royong dan demokrasi ekonomi, menuju kesejahteraan umum. Melihat dari segi falsafah atau etik yang mendasari gerakan koperasi, kita temukan banyak segi yang mendukung persamaan dan diberi rujukan dari segi ajaran Islam, antara lain penekanan akan pentingnya kerjasama dan tolong menolong (ta’awun), persaudaraan (ukhuwah) dan pandangan hidup demokrasi (musyawarah). Di dalam Islam kerjasama dan tolong menolong sangat dianjurkan sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Maidah ayat 2 : ”Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran”.
Selain kerjasama dan tolong menolong dalam koperasi juga ditekankan unsur musyawarah. Ajaran Islam sangat menganjurkan pentingnya musyawarah untuk mencapai kesatuan pendapat, sikap maupun langkah-langkah dalam mengusahakan sesuatu. Anjuran bermusyawarah ditegaskan dalam QS. Ali Imran ayat 59.17 Ayat ini dijadikan pedoman bagi setiap muslim khususnya bagi setiap pemimpin agar bermusyawarah dalam setiap persoalan. Dengan musyawarah, setiap orang mempunyai hak yang sama, tidak ada diskriminasi. Persamaan hak juga ditemukan di dalam koperasi melalui asas satu anggota satu suara yang dijamin melalui Rapat
Anggota Tahunan (RAT) sebagai forum musyawarah tertinggi yang minimal dilaksanakan setahun sekali. RAT memberi ikatan keorganisasian dalam hal kesamaan kedudukan, mengundang partisipasi, menentukan hak dan kewajiban anggota serta mengikat  tanggung jawab dalam hal keuntungan dan kerugian. RAT
merupakan manifestasi dari kerjasama yang dilakukan secara sukarela dan terbuka. Prinsip suka rela dan terbuka merupakan prinsip koperasi yang sesuai dengan prinsip Islami. Kerjasama dan musyawarah mencerminkan adanya persaudaraan (ukhuwah) yang dicita-citakan sebagai ciri ideal umat Islam. Hal ini menunjukkan kesesuaian nilai nilai ta’awun, musyawarah dan ukhuwah dengan nilai kerjasama,
demokrasi, sukarela, terbuka dan kekeluargaan dalam koperasi.
Selain itu kesesuaian koperasi dengan Islam dapat dilihat dari mekanisme operasional atau pola tata laku operasional adalah melalui sistem imbalan (keuntungan atau fasilitas)yang diterima anggota yang sesuai dengan peran serta kontribusinya bagi koperasi. Hal ini sesuai dengan prinsip balas jasa di dalam Islam. Islam mengajarkan seseorang hanya menerima apa yang ia usahakan sebagaimana yang ditegaskan dalam QS. Al Zalzalah ayat 7-8 :”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Hal lain dapat dilihat mengenai Sisa Hasil Usaha (SHU) dalam koperasi, bahwa maksimisasi SHU bukan tujuan dan pemanfaatan sebagian SHU diperuntukkan bagi kemaslahatan umum. Hal ini menghindari usaha-usaha eksploitatif, menekankan pelayanan anggota dan memperhatikan kepentingan umum. Hal ini sesuai dengan nilai kebersamaan dan cita-cita keadilan sosial dalam Islam. Dalam mewujudkan keadilan sosial ini, Islam menentang penimbunan kekayaan pada segelintir orang tanpa membelanjakannya ke jalan Allah melalui lembaga-lembaga zakat, infak dan shodaqah dan yang lainnya yang mempunyai multiplier effect ke arah terwujudnya keadilan sosial tersebut. Hal ini ditegaskan dalam frirman Allah QS. At Taubah ayat 34 :”Dan orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”
Ajaran Islam menghendaki adanya redistribusi kekayaan secara merata, misalnya bagi fakir miskin, anak yatim, orang yang memintaminta atau yang haknya dirampas, juga dengan tegas dinyatakan bahwa kekayaan atau komoditi tidak boleh berputar di antara orang-orang kaya saja. Hal ini disebutkan dalam QS. Al Hasyr ayat 7:”Apa saja harta rampasan (fa-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk
Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”.
Perwujudan keadilan sosial dengan pendekatan ini mencerminkan out put demokratisasi sistem ekonomi Islam, yang selaras dengan tujuan koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi. Hal ini menandakan bahwa Islam dan koperasi mempunyai tujuan yang sama yaitu mencapai demokratisasi ekonomi. Dengan praktek demokratis koperasi, maka terlihat bahwa cara kerja dalam pengelolaan koperasi merupakan cara yang Islami. Hal ini menunjukkan kesesuaian pola operasional koperasi dengan Islam.

Telaah Badan Hukum Koperasi Untuk BMT
Dilihat dari kesesuian prinsip koperasi dalam Islam dan hokum kebolehan koperasi dalam Islam, maka koperasi adalah sebuah lembaga yang dapat diterapkan untuk BMT. Kebolehan ini juga didasarkan pada relevansi konsep antara koperasi dan BMT yang dapat dilihat dari pertama, latar belakang dan sejarah kelahiran kedua lembaga ini adalah sama-sama dalam rangka memperjuangkan kepentingan rakyat golongan bawah sebagai reaksi terhadap system ekonomi yang berlaku pada waktu itu. Koperasi lahir sebagai sarana dan protes atas sistem ekonomi kapitalis yang menindas dan mengakibatkan penderitaan pada rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. Begitu juga BMT yang lahir karena keberadaan BMI dan BPR (S) yang belum dapat menjangkau masyarakat golongan ekonomi bawah. Hal ini disebabkan karena berbagai kendala, diantaranya peraturan perundang-undangan, perizinan yang rumit dan lama serta mobilisasi dana yang sulit. BMT lahir sebagai alternatif untuk mengatasi keadaan ini.
Kedua, dengan mengacu pada pengertian yang dikandung keduanya dapat disimpulkan bahwa kedua lembaga ini sama-sama mengandung dua unsur. Unsur tersebut adalah unsur ekonomi dan unsur sosial yang saling berkaitan. Ini merupakan bukti bahwa kedua lembaga ini tidak hanya bergerak di bidang bisnis namun aspek sosialnya juga tidak dilupakan.
Ketiga, relevansi ini juga dilihat melalui prinsip-prinsip dasar yang dikandung oleh kedua konsep ini. Dalam prinsip-prinsip dasar keduanya ditemukan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak bertentangan. Pada intinya kedua lembaga ini berusaha untuk mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui pengelolaan yang sarat dengan nilai-nilai etik dan moral yang tinggi. Yang ini juga akan membedakan kedua lembaga ini dengan bentuk-bentuk usaha ekonomi lainnya.
Keempat, adanya kesamaan tujuan pada kedua lembaga tersebut. Tujuan yang terkandung adalah sama-sama berusaha untuk mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terutama bagi golongan masyarakat kecil dalam rangka mengentaskan kemiskinan bagi perbaikan ekonomi rakyat.
Kelima, berdasarkan pada fungsi dan peranan dari koperasi dan BMT terlihat bahwa keduanya mempunyai dua fungsi. Fungsi tersebut adalah fungsi sosial dan fungsi ekonomi yang saling berkaitan. Sedangkan peranan kedua lembaga tersebut adalah sebagai motor penggerak perekonomian dengan mengembangkan dan membangun potensi serta kemampuan masyarakat lapisan bawah untuk mencapai
perekonomian yang lebih baik. Bahkan koperasi dijadikan soko guru bagi perekonomian nasional.
Keenam, jika mengacu pada konsep mekanisme kerja antara koperasi dan BMT, akan ditemukan bahwa kedua lembaga ini diusahakan untuk bergerak pada tiga sektor, yaitu sektor jasa keuangan melalui simpan pinjam, sektor sosial dan sektor riil. Selain itu dalam alat kelengkapan organisasi koperasi dan BMT ditemukan adanya Dewan Pengawas. Dewan pengawas itu bertugas untuk mengendalikan dan mengawasi kedua lembaga itu. Tujuan pengendalian dan dan pengawasan ini adalah agar dalam kegiatannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan serta dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan dan penyelewengan oleh pengurus di dalam pengelolaannya.
Berdasarkan analisis ini, maka terdapat kesamaan konsep antara koperasi dan BMT sehingga hal ini mendukung dijadikannya koperasi sebagai badan hukum untuk BMT. Namun perlu dilakukan evaluasi terhadap badan hukum koperasi untuk BMT, yaitu :
1. Perlu adanya mekanisme yang mampu menjamin dilaksanakannya koperasi sesuai dengan prinsip dasarnya karena dalam prakteknya telah banyak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan prinsip dasar tersebut seperti koperasi yang telah banyak kehilangan jati dirinya karena meninggalkan fungsi sosialnya dan lebih berorientasi pada fungsi ekonomi, prinsip kemandirian yang ada pada koperasi juga tidak terlaksana, hal ini dapat dilihat dari besarnya intervensi pemerintah terhadap koperasi. Dalam hal ini peran dari semua pihak, khususnya yang berkaitan dengan lembaga ini (Pemerintah, Departemen Koperasi dan semua yang terlibat) sangat dibutuhkan dalam rangka meluruskan kesalahan memahami konsep dasar koperasi yang berakibat terjadinya penyimpangan. Kemudian perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terutama oleh Dewan Pengawas dalam pelaksanaan koperasi dalam hal ini peran DEKOPIN selaku lembaga tertinggi koperasi sangat penting. Begitu juga pada BMT, peran Dewan Pengawas Syariah perlu lebih ditingkatkan agar dalam mekanisme kerja BMT tetap mengacu pada prinsip-prinsip yang tidak bertentangan dengan syariah Islam.
2. BMT yang berbadan hukum koperasi harus mengganti system bunga yang biasa diterapkan dalam sistem perkoperasian di Indonesia 23dengan sistem yang sesuai dengan prinsip Islam yaitu bagi hasil, sehingga merancang sebuah konsep lembaga koperasi syariah adalah suatu kebutuhan yang harus dilakukan.

Kesimpulan
Hukum koperasi dalam perspektif Islam berdasarkan hasil istimbath dengan menggunakan ijtihad pada dasarkan dapat dikembalikan kepada sifat koperasi  sebagai praktek muamalah, makaditetapkan hukum koperasi adalah mubah yang berarti diperbolehkan. Sebagaimana diketahui bahwa asal usul hukum muamalah dibolehkan selain hal-hal yang secara tegas dilarang oleh syariat.
Selain terdapat kesesuaian antara konsep koperasi dengan BMT, namun ada perbedaan yang mendasar, yaitu adanya mekanisme riba dalam koperasi. Untuk itu agar koperasi dapat tetap dijadikan sebagai badan hukum BMT maka harus dilakukan perbaikan-perbaikan yang mengacu kepada syariah yang tidak memperbolehkan riba. Disamping juga koperasi harus membenahi diri agar tidak terjadi penyimpanganpenyimpangan dari konsep dasar dan tujuannya.




Nama / NPM                 : Frely Revalno Saukoly / 22211967
Kelas / Tahun                : 2EB09 / 2012