1. Perdagangan
Antar Negara
Ahli ekonomi
telah menyatakan perdagangan luar negeri merupakan salah sumber kekayaan
Negara, sehingga jika suatu Negara ingin mencapai kemakmuran, maka mutlak
Negara tersebut harus melakukan perdagangan dengan Negara lainnya.
Beberapa alasan
mengapa suatu Negara mmerlukan Negara lain dalam kehidupan ekonominya adalah:
a.
Tidak
semua kebutuhan masyarakatnya dapat dipenuhi oleh komoditi yang dihasilkan di
dalam negeri, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus dilakukan impor dari Negara yang
memproduksinya.
b.
Karena
terbatasnya konsumen, tidak semua hasil produksi dapat dipasarkan didalam
negeri, sehingga perlu dicari pasar di luar negeri. Untuk itu suatu Negara membutuhkan
Negara lain untuk perluasan pasar bagi produknya.
c.
Sebagai
sarana untuk melakukan proses ahli teknologi. Dengan membeli produk asing suatu
Negara dapat mempelajari bagaimana produk tersebut dibuat dan dipasarkan,
sehingga dalam jangka panjang dapat melakukan produksi untuk barang yang sama.
d.
Perdagangan
antar Negara sebagai salah satu cara membina persahabatan dan kepentingan
politik-politik lainnya.
e.
Secara
ekonomis dan matematis perdagangan antar Negara dapat mendatangkan tambahan
keuntungan dan efisien dari dilakukannya tindakan spesialisasi produksi dari
Negara-negara yang memiliki keuntungan mutlak dan/atau keuntungan berbanding.
- Periode Pelita I (1 April 1969
– 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974
yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru. Pelita I bertujuan Untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran Pelita I yaitu Pangan,
sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja,
dan kesejahteraan rohani.
2 2.
Periode Pelita
II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Menitikberatkan pada sektor pertanian, dengan
meningkatkan industri yang mengelola bahan mentah menjadi bahan baku (misal:
karet, minyak, kayu, timah). Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah
pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan
memperluas lapangan kerja. Fokus pembangunan ini di fokuskan pada pengkreditan
untuk mendorong eksportir kecil dan menengah serta mendorong pengusaha kecil
atau ekonomi menengah dengan kredit investasi kecil (KIK). dengan adanya pelita II berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi.
Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan
jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.
3 3.
Periode Pelita
III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan
yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan
pada segala bidang. Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju
swasembada pangan, serta menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi
barang jadi. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan
Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi
yang stabil.
Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut:
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju
kepada terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.
Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.
4.
Periode Pelita
IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Menitikberatkan
pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri
berat maupun industri ringan. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara
lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras
sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan
ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia)
pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain
swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk
keluarga.
5.
Periode Pelita V
Menitikberatkan
sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan
meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri khususnya
industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga
kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat
mengahsilkan mesin mesin industri.
Pelita V adalah
akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan
pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di
harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu
pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang
adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
6.
Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
Pada masa ini pemerintah lebih
menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan
dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber
daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan
menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi
gagal landas dan kapal pun rusak. Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit
di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu
berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan
terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk
ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat
dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung
terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi
secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran
lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar
golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam..
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan
hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan. Pembagunan tidak merata
tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi
penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor
inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional
Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal
menunjukan taringnya.
Namun pembangunan
ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi
selanjutnya.
2. Hambatan
Perdagangan Antar Negara
Meskipun setiap
Negara menyadari bahwa perdangangan negaranya dengan Negara lain harus
terlaksana dengan baik, lancar, dan saling menguntungkan; nmun seringkali
Negara-negara tersebut membuat suatu kebijakan dalm sector perdagangan luar
neger yang justru menimbulkan hambatan dalam proses transaksi perdagangan luar
negeri.
Adapun
bentuk-bentuk hambatan yang selama ini terjadi diantaranya:
· Hambatan
Tarif
Tarif adalah
suatu nilai tertentu yang dibebankan kepada suatu komoditi luar negeri tertentu
yang akan memasuki suatu Negara (komoditi import). Tariff sendiri ditentukan
dengan jumlah yang berbeda untuk masing-masing komoditi import.
· Hambatan
Quota
Quota termasuk jenis hambatan perdagangan luar negeri
yang lazimnya dam sering diterapkan oleh suatu Negara untuk membatasi masukkan
komoditi impor ke negaranya. Quota sendiri dapat diartikan sebagai tindakan
pemerintah suatu Negara dengan menentukan batas maksimal suatu komoditi impor
yang boleh masuk ke Negara tersebut. Seperti halnya tarif, tindakan quota ini tentu
tidak akan menyenangkan bagi negara-negara pengekspornya.
· Hambatan
Damping
Meskipun
karakteristiknya tidak seperti tarif dan quota, namun dumping sering menjadi
suatu masalah bagi suatu Negara dalam proses perdagangan luar negerinya.
Dumping sendiri diartikan sebagai suatu tindakan dalam menetapkan harga yang
lebih murah diluar negeri dibanding harga di
dalam negeri untuk produk yang sama.
· Hambatan Embargo/sanksi ekonomi
Sejarah
membuktikan bahwa suatu negara yang karena tindakannya dianggap melanggar hak
asasi manusia, melanggar wilayah kekuasaan suatu negara, akan menerima atau
dikenakan sanksi ekonomi oleh negara yang lain(PBB). Akibat dari hambatan yang
terakhir ini biasanya lebih buruk dan meluas bagi masyarakat yang terkena
sanksi ekonomi dari pada akibat yang ditimbulkan oleh hambatan-hambatan
perdagangan lainnya.
3. Neraca
Pembayaran Luar Negeri Indonesia
Seperti halnya
bentuk neraca keuangan lazimnya, maka neraca pembayaran luar negeri Indonesia
juga merupakan suatu bentuk pelaporan sistematis mengenai segala transaksi
ekonomi yang diakibatkan oleh adanya kebijakan dan kegiatan ekonomi disektor
luar negeri. Dengan demikian dalam neraca ini juga terdapat pos yang merupakan
arus dana masuk (umumnya ditandai dengan +) dan ada pos yang merupakan arus
dana keluar (yang ditandai dengan -).
Namun demikian
secara ringkas pos-pos dalam neraca pembayaran luar negeri Indonesia tersebut
dapat dikelompokan ke dalam berikut ini:
a. Neraca
perdagangan, yang merupakan kelompok transaksi-transaksi yang brkaitan dengan
kegiatan ekspor dan impor barang, baik migas maupun non migas.
b. Neraca
jasa, merupakan kelompok transaksi-transaksi yang berkaitan dengan kegiatan
ekspor impor di bidang jasa
c. Neraca
berjalan, merupakan hasil penggabungan antara neraca perdagangan dan neraca
jasa. Jika lebih banyak pos arus kas masuknya (ekspor) maka nilai neraca
berjalan ini akan surplus, begitu pula sebaliknya.
d. Neraca
lalu lintas modal, merupakan kelompok pos-pos yang berkaitan dengan lalu lintas
modal pemerintah bersih (selisih antara pinjaman dan pelunasan utang pokok) dan
lalu lintas modal swasta bersih, berikut lalu lintas modal bersih lainnya yang
meruoakan selisih penerimaan penanaman modal asing dengan pembayaran BUMN
e.
Selisih
yang belum diperhitungkan
f. Neraca
lalu lintas moneter, yang merupakan kelompok pos-pos yang berkaitan dengan
perubahan cadangan devisa.
4. Peran
Kurs Valuta Asing
Dalam pembayaran
antar negara ada suatu kekhususan yang tidak terdapat dalam lalu-lintas
pembayaran luar negeri. Sebab semua negara mempunyai mata uang atau valutanya
sendiri, yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di dalam batas-batas
daerah kekuasaan itu sendiri, tetapi belum tentu mau diterima luar negeri. Jadi
pembayaran antar negara harus menyangkut lebih dari satu macam mata uang, yang
harus dipertukarkan satu sama lain dengan harga atau kurs tertentu. Hal inilah
yang membuat perdagangan dan pembayaran internasional menjadi perkara yang
rumit, maka dari itu dibuatlah alat pembayaran yang bisa digunakan oleh banyak
negara (antarnegara) atau disebut dengan alat pembayaran internasional, yakni
valuta asing.
Kurs valuta asing sering diartikan sebagai banyaknya nilai mata
uang suatu negara (rupiah misalnya) yang harus dikeluarkan/ dikorbankan untuk
mendapatkan satu unit nilai uang asing (dollar misalnya). Sehingga dengan kata
lain, jika kita gunakan contoh rupiah dan dollar, maka kurs valuta
asing adalah nilai tukar yang menggambarkan banyaknya rupiah yang
harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit dollar dalam kurun waktu
tertentu. Kurs valuta asing adalah harga valuta asing,
dinyatakan dalam valuta sendiri. Misalnya US $ 1.00 = Rp. 10.000,-
·
Penentuan Kurs
Valuta Asing
Pada dasarnya ada
tiga sistem atau cara untuk menentukan tinggi-rendahnya kurs atau nilai tukar
valuta asing:
1. Kurs tetap, karena dikaitkan dengan emas sebagai standard atau
patokannya.
2. Kurs bebas, yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran valuta
asing di pasaran bebas, lepas dari kaitan dengan emas. Dalam hal ini kurs bisa
naik – turun dengan bebas. Dewasa ini orang bicara tentang kurs mengambang (floating
rates)
3. Kurs dibuat stabil berdasarkan perjanjian internasional yaitu
ditetapkan oleh pemerintah/bank sentral dalam perbandingan tertentu dengan
dollar atau emas sebagai patokan.
· Akibat kurs yang
tidak sesuai
Apabila mata uang
suatu negara dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan valuta
lain (Kurs resmi lebih tinggi daripada perbandingan daya beli yang sesungguhnya
atau disebut over valued), akibatnya ekspornya akan macet dan
impornya didorong terlalu besar, sehingga keseimbangan neraca pembayaran
terancam.
Hal yang
sebaliknya terjadi apabila mata uang dinilai terlalu rendah atau under valued:
apabila kurs resmi terlalu rendah dibandingkan dengan daya belinya yang
sesungguhnya, maka ekspor akan bertambah besar, tetapi impor akan macet.
Dari pembahasan di
atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa peran valuta
asing terhadap perekonomian di indonesia adalah sangat
penting. Karena valuta asing merupakan alat pembayaran antar negara. Barang dan
jasa yang diimpor itu harus dibayar. Untuk pembayaran itu diperlukan valuta
asing atau devisa (Foreign exchange), yaitu valuta (mata uang) yang mau
diterima oleh dunia internasional. Devisa itu kita peroleh dari hasil ekspor
(devisa umum) atau kredit bank luar negeri (devisa kredit).
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar