syalom


widget

welcome


widget

Sabtu, 29 Desember 2012

REVIEW 1: TINJAUAN PROSPEK KOPERASI INDONESIA DARI PERSPEKTIF DISIPLIN ILMU MANAJEMEN BISNIS


Oleh :
Burhanuddin
Berisi :
Abstraksi  & Pendahuluan

Abstrak
This manuscript is the result of the assessment of assistant Deputy for Cooperative
Research done by several researchers.
Through various improvements, this result was re-wrapped up by the authors to be adjusted t the format of journal manuscript. Discussion on cooperative is always still interesting, although always invite questions which was not rarely unproportional. Not all question could be replied in an assessment report, but it is expected could provide a color of another view and could become new questions. However, the interesting thing of this assessment is that from the point of view of business management discipline, global business environmental changes all the more persuade cooperative organizations apply modern management discipline to reformulate objective and strategy, restructurisation and resources reallocation toward which is more innovative to create competitive advantage in the market. From the perspective concerned, management practice now has been left behind and become not relevant with the pursuit of the era. This is just, which reflects sluggish growth of cooperative, even stagnant in Indonesia which is indicated by the effect of fundamental weakness in applying the functions of management.




I. Pendahuluan
Setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, organisasi koperasi yang diharapkan menjadi pilar atau sokoguru perekonomian nasional dan gerakan ekonomi rakyat masih terus dipertanyakan. Sebab perkembangannya belum sesuai dengan harapan atau mendekati taraf yang dicapai di negara-negara lain. Fenomena empiris koperasi Indonesia jika dibandingkan dengan praktek koperasi di berbagai negara industri maju yang menganut sistem ekonomi liberal dan kapitalistik dinilai oleh banyak kalangan masih jauh tertinggal, atau jalan di tempat (stagnant) dan cenderung tergantung pada fasilitas dan bantuan pemerintah. Bahkan, sebagian kalangan lain berpendapat bahwa koperasi lebih sering dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.
Pendapat ini dapat ditelusuri berdasarkan data perkembangan koperasi tahun 2006. Secara kuantitatif, total lembaga koperasi di Indonesia tercatat sebanyak 138.411 unit, dengan jumlah anggota 27.042.342 orang. Namun, dari jumlah tersebut jumlah koperasi aktif hanya sebanyak 43.703 unit atau hanya sekitar 31,5 persen saja. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi sebagai lembaga ekonomi memiliki derajat kompleksitas yang lebih tinggi. Kompleksitas ini menyebabkan pertumbuhan koperasi yang berkualitas sangat terbatas dan cenderung kurang dapat diandalkan untuk mengatasi problem sosial ekonomi dalam masyarakat. Hal tersebut tidak tertutup kemungkinan disebabkan oleh muatan dan beban  koperasi yang sarat dengan aspek-aspek non ekonomi, mis-management atau bahkan under managed.
Aktivitas koperasi sebagai badan usaha, tidak terlepas dari berbagai pengaruh, baik dari lingkungan internal (SDM, organisasi dan kelembagaan, manajemen, modal, ragam usaha, keanggotaan, teknologi) maupun lingkungan eksternal (sosial budaya, politik, perekonomian, hukum, informasi, dan perkembangan iptek) di tingkat regional, nasional dan internasional. Pengaruh ini sebenarnya mendorong terciptanya perubahan karena adanya tantangan dan sekaligus peluang bagi pengembangan koperasi. Namun, dapat pula menjadi ancaman akibat tingkat persaingan yang semakin ketat. Konsekwensinya, manakala koperasi tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka perubahan hanya menjadi masalah bagi koperasi. Fakta ini menjadi pertanyaan mendasar yaitu: 1) apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami perubahan? 2) jikalau masih relevan, mengapa koperasi belum berkembang di Indonesia? 3) apakah kondisi masyarakat Indonesia sekarang masih kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat melalui kelompok atau koperasi? 4) apakah proses pengembangan koperasi di Indonesia masih sejalan dengan konsep/teori ekonomi, manajemen, social budaya, psikologi, serta hukum yang berlaku umum? 5) apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat? 6) bagaimana pola pengembangan koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis? Keenam pertanyaan di atas dikaji secara komprehensif melalui perspektif disiplin ilmu Manajemen Bisnis terhadap prospek masa depan koperasi Indonesia.
Berdasarkan fenomena masalah di atas dapat dirumuskan dua permasalahan yang spesifiknya yakni :
1.      Bagaimana prospek pengembangan koperasi di Indonesia ditinjau dari                                   perspektif ilmu manajemen khususnya manajemen bisnis dengan keempat fungsinya dan dikaitkan kepada sistem penggajian (renumerasi), dan sistem karier, termasuk konsep dan analisis positioning koperasi dan non koperasi, efisiensi usaha dan manajerial skill ?
2.      Bagaimana  rumusan rekomendasi model pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang dinamis ditinjau dari perspektif manajemen bisnis ?



1.1 Maksud dan Tujuan
      Kajian ini dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan yang sedang berlangsung dalam kehidupan gerakan koperasi di Indonesia. Secara spesifik tujuan kajian ini adalah untuk (1) Mengetahui prospek pengembangan koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif ilmu manajemen, dan (2) Menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dengan mempertimbangkan dimensi ilmu manajemen.
II. Pendekatan Masalah
2.1 Globalisasi dan Manajemen
Globalisasi adalah suatu fakta kehidupan yang sulit terhindar. Kehidupan
terpengaruh oleh arus globalisasi terutama kalangan dunia usaha. Badan usaha yang berkeinginan untuk bertahan dalam pasar dituntut untuk memiliki fokus global, tidak hanya perusahaan besar bahkan bisnis kecilpun mulai berorientasi global.
Terkait dengan kondisi ini, Stoner menyatakan bahwa globalisasi menyumbang tiga fenomena yang saling berkaitan yaitu faktor kedekatan, lokasi dan sikap. Apabila disatukan, ketiga faktor tersebut menekankan suatu susunan kompleksitas yang belum pernah terjadi dan dihadapi sebelumnya oleh para manajer organisasi bisnis.
Globalisasi mendorong sikap baru yang lebih terbuka dalam mempraktekkan
manajemen secara internasional. Sikap ini menggabungkan dunia di luar batas-batas nasionalismenya dengan kemampuan berpartisipasi dalam ekonomi global. Ohmae (2000), menjelaskan gejala ini dengan pernyataan yang sederhana bahwa ”sekarang tidak ada lagi luar negeri”.
Implikasi dari perkembangan globalisasi terhadap konsepsi, pemikiran dan praktek-praktek manajemen pada berbagai organisasi khususnya pada organisasi bisnis kian tidak terhindarkan. Semua hal yang semula memadai dan cocok diterapkan pada situasi budaya lama menjadi usang dengan munculnya globalisasi dan pasar bebas. Dalam organisasi bisnis saat ini hanya yang paling adaptif yang akan mampu bertahan. Perusahaan atau organisasi bisnis yang resisten dengan caracara lama, tidak menyesuaikan diri dan masih belajar akan tertinggal.
Dimensi lain yang mempengaruhi keberhasilan bisnis adalah variable lingkungan eksternal seperti politik, ekonomi, sosial budaya, iptek, informasi, etika dan hukum bisnis. Para pakar dan praktisi bisnis menyadari bahwa perubahan lingkungan eksternal amatlah cepat, terkadang sulit dimengerti/misterius (Rheinald Kasali, 2005). Oleh karena itu, organisasi bisnis harus tanggap dan adaptif terhadap perubahan. Taruhannya hanya ada dua pilihan ” berubah” atau ”diubah”.
Sejalan dengan Rheinald Kasali, M. Fuad, dkk. (2000), mengemukakan bahwa perubahan lingkungan bisnis global dan teknologi telah mendorong seleksi alamiah yang mengarah kepada ”yang terkuat yang bertahan” (survival for the fittest). Keberhasilan perusahaan dalam berbisnis di pasar bersumber dari kemampuan menyesuaikan diri dengan memberikan pelayanan dan menawarkan barang dan jasa yang sesuai selera pasar.
Dampaknya, kondisi pasarpun berubah yang diindikasikan dari :
·        Kekuasaan sudah beralih ke tangan konsumen (demand driven)
·        Skala produksi yang besar bukan lagi merupakan suatu keharusan.
·        Batas negara dan wilayah tidak lagi menjadi kendala.
·        Teknologi dengan cepat dapat dikuasai dan mudah ditiru.
·        Setiap saat muncul pesaing dengan biaya yang lebih murah.
·        Meningkatnya kepekaan konsumen terhadap harga dan nilai.
Menghadapi kondisi tersebut, para pelaku bisnis termasuk koperasi perlu selalu menganalisis pasar, mengenali peluang, memformulasikan strategi pemasaran, mengembangkan taktik dan tindakan spesifik serta menyusun anggaran dan laporan kinerja. Manajemen bisnis-pun perlu menerapkan paradigma baru yaitu manajemen perubahan, seperti dilansir oleh Charles Darwin (dalam Rheinald Kasali, 2005) bahwa ”bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang melainkan yang paling adaptif (selalu menyesuaikan diri dengan perubahan)”. Perusahaan bisnis dianalogikan seperti mahluk hidup yang berevolusi untuk survive dan meneruskan keturunan. Dalam evolusi, menoleh ke belakang adalah untuk memaknai kehidupan dan tantangan kedepan dengan perencanaan matang, cermat dan cerdas.
2.2 Konsepsi Manajemen
Pemahaman terhadap konsep manajemen tidak dapat dipisahkan dari konsep organisasi. Secara sederhana organisasi adalah tempat orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu sebagai elemen mendasar. Masalah pokok manajemen organisasi tidak lain adalah bagaimana mengelola dan mengalokasikan sumber daya (manusia, modal, fisik, uang, dll) untuk mencapai sasaran atau tujuannya.
Stoner, dkk. (1996) mendefinisikan manajemen adalah kebiasaan yang dilakukan secara sadar dan terus menerus dalam membentuk dan menjalankan organisasi. Semua organisasi mempunyai penanggung jawab terhadap oreganisasi untuk mencapai sasarannya, orang tersebut adalah manajer. Memperkuat pendapat Stoner itu, Gibson, (1996) mendefinisikan manajemen adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu individu atau lebih untuk mengkordinasikan berbagai aktivitas untuk mencapai hasil lebih baik yang tidak dapat dicapai apabila individu bertindak sendiri-sendiri.
Aliran Manajemen Ilmiah
Teori manajemen ilmiah muncul sebagai akibat dari kebutuhan organisasi untuk meningkatkan produktivitas. Di awal abad ke 20, terutama di Amerika Serikat, tenaga kerja terampil terasa amat kurang. Satu-satunya cara untuk meningkatkan produktivitas adalah meningkatkan efisiensi para pekerja. Proponen teori ini adalah Frederick W. Taylor, Henry L. Gantt, Frank serta Lilian Gillbert.
Frederick W. Taylor (1856-1915) dalam Stoner (1995:34), mendasarkan filosofinya pada empat prinsip dasar manajemen yaitu :
·        Metoda terbaik untuk melaksanakan setiap tugas dapat ditentukan.
·        Seleksi ilmiah para pekerja dengan pemberian tanggung jawab melakukan tugas yang paling sesuai.
·        Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan bagi para pekerja.
·        Kerja sama bersahabat dan secara pribadi antara manajemen dan tenaga kerja.
Keberhasilan menerapkan keempat prinsip tersebut memerlukan revolusi mental pihak manajemen dan tenaga kerja untuk bekerjasama meningkatkan produksi yang pada gilirannya laba akan meningkat sehingga kesejahteraan karyawanpun membaik pula. Salah satu upaya Taylor yang paling populer adalah mengenai studi gerak dan waktu (time motion study) pada lini produksi. Kontribusi Taylor dapat dilihat pada lini perakitan pabrik mobil yang menghasilkan produk akhir lebih cepat dari sebelumnya. Keajaiban peningkatan produktivitas ini hanya salah satu warisan dari manajemen ilmiah. Teknik efisiensi Taylor telah diterapkan pada berbagai tugas dalam organisasi non industri seperti perusahaan jasa makanan siap saji sampai pelatihan untuk dokter bedah.
Aliran Teori Organisasi Klasik
Manajemen ilmiah memikirkan cara meningkatkan produktivitas dari pabrik dan individu pekerja, sedangkan teori organisasi klasik menemukan pedoman pengelolaan organisasi kompleks seperti pabrik. Para tokoh dibalik aliran ini adalah Henri Fayol, Max Weber, Mary Parker Pollett, dan Chester I. Bernard.
Fayol berpendapat praktek manajemen yang mantap mempunyai pola tertentu yang dapat diidentifikasi dan dianalisis. Dari pemahaman dasar ini dirancanglah suatu doktrin manajemen yang kompak, yang salah satunya masih memiliki kekuatan dan dianut oleh banyak organisasi hingga sekarang. Bila Taylor fokus kepada organisasi, Fayol tertarik pada total organisasi dan memusatkan pada manajemen, hal yang paling diabaikan dalam operasi bisnis. Sebelumnya dipercaya bahwa seorang ”manajer dilahirkan, bukan dibentuk”. Akan tetapi Fayol meyakini bahwa manajemen adalah suatu keterampilan yang dapat diajarkan kalau 14 prinsip-prinsip dasarnya difahami.
Sejalan dengan Polett, Chester Bernard (1886-1963) dalam Stoner (1995:38), memperkuat pernyataan ini bahwa sebenarnya orang berkumpul dalam organisasi formal untuk mencapai tujuan yang tidak dapat mereka capai kalau bekerja sendiri. Tetapi pada saat mengejar tujuan organisasi mereka juga harus memuaskan kebutuhan individual masing-masing.
Aliran Tingkah Laku
Aliran tingkah laku menganggap bahwa organisasi juga hidup bagaikan manusia. Aliran ini mengkritik pendekatan organisasi klasik yang tidak berhasil mencapai produksi efisien dan keharmonisan di tempat kerja yang memadai. Pendekatan aliran tingkah laku dalam manajemen (Behavioral Management) lebih banyak didukung oleh disiplin sosiologi dan psikologi.
Aliran Ilmu Manajemen
Ilmu manajemen (Management science) muncul pada saat perang dunia kedua, ketika pasukan Inggris dengan sekutunya berhasil membentuk tim operation research (OR) yang beranggotakan berbagai ahli matematika, fisika dan ilmu yang lain dalam tim OR. Tujuannya adalah bagaimana dengan ketersediaan logistik, serdadu, persenjataan yang ada harus mampu menaklukkan Jerman dan Jepang. Terbukti memang Inggris dan sekutunya berhasil memenangkan perang, kemudian setelah perang usai, penerapan model OR menjadi semakin jelas terlebih lagi setelah ditemukannya komputer berkecepatan dan kemampuan tinggi hingga komunikasi antarkomputer membuka jalan untuk menangani masalah  organisasi dalam penggunaan sumber dayanya yang semakin kompleks untuk tujuan analisis optimasi pemakaiannya.
Aliran Mutakhir Teori Manajemen
Teori manajemen modern pada dasarnya adalah mozaik dari berbagai teori yang paling sedikit telah bertahan selama satu abad terakhir (Stoner et. al., 1995:45). Teori manajemen yang belakangan muncul diantaranya menggunakan pendekatan sistem dan pendekatan kontingensi (situasional).
Pendekatan sistem dalam manajemen memandang organisasi sebagai suatu kesatuan sistem atas berbagai sub-sistem yang saling berkaitan Pendekatan ini memberikan kemungkinan kepada para menejer untuk melihat organisasi secara keseluruhan dan sebagai bagian dari lingkungan eksternal organisasi yang lebih luas dan berubah secara dinamis. Teori sistem setidaknya membantu manajer dalam meramalkan bagaimana pengaruh lingkungan eksternal dari sistem bisnis global terhadap organisasi sebagai salah satu sub sistemnya.
2.3 Fungsi dan Proses Manajemen
Para pakar manajemen sejak akhir abad kesembilan belas, mendefinisikan manajemen dalam empat fungsi spesifik, yaitu Planning, Organizing, Actuating), dan Controlling. Perkembangan terkini, para pakar manajemen Amerika cenderung hanya menganut tiga fungsi utama yaitu Planning, Organizing, dan Controlling sebab dianggap bahwa Actuating sebenarnya termasuk dalam fungsi perencanaan (Gibson, et. al., 1996:174). Proses manajemen adalah cara sistematik yang sudah ditetapkan dalam melakukan kegiatan yang menekankan manajer terlibat dalam aktivitas yang saling terkait dalam fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan.
Dalam praktek, penerapan fungsi pengendalian dalam manajemen modern dikaitkan dengan orientasi peningkatan kualitas secara menyeluruh. Konsep ini dikenal sebagai Total Quality Management (TQM) dan istilah total mengandung makna every process, every job and every person (Lewis and Smith, 1994). Pengertian TQM dibedakan dalam dua aspek (Goetsch and Davis, 1994). Aspek pertama menguraikan pengertian TQM yaitu pendekatan dalam menjalankan bisnis/usaha yang berupaya memaksimalkan daya saing melalui penyempurnaan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi. Aspek kedua adalah cara mencapainya dan berkaitan dengan 10 karakteristik TQM. Creech (1996) di sisi lain mengemukakan terdapat lima pilar untuk berhasil menerapkan TQM, yaitu produk, proses, organisasi, pemimpin dan komitmen.
2.4 Sistem Penggajian (Renumerasi)
Para peneliti dan praktisi manajemen telah berusaha mengembangkan pemahaman terhadap hubungan antara struktur organisasi dengan kinerja, sikap karyawan, kepuasan kerja dan berbagai variabel lain yang dianggap penting. Namun usaha pemahaman tersebut terhambat oleh kerumitan hubungan diantara variabelvariabel tersebut dan kesulitan dalam mengukur dan menentukan konsep struktur organisasi itu (Gibson, et. al., 1996: 235). Oleh sebab itu, dimensi sistim penggajian dan sistim karier dimasukkan dalam ranah struktur organisasi untuk kemudian menjadi variabel sendiri dalam ranah manajemen sumberdaya manusia sebagai cabang ilmu manajemen yang mendalami masalah tersebut.
Sistem penggajian (renumerasi) atau sistem kompensasi merupakan hal yang paling mendasar dari manajemen sumberdaya manusia sebab adanya tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk mendapatkan kompensasi. Kompensasi dapat mencakup insentif untuk meningkatkan motivasi karyawan yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas karyawan. Kompensasi didefinisikan sebagai what employees receive in exchange for their work, including pay and benefits. (Werther, 1994). Definisi lain menyebutkan Compensation refers to all forms of financial returns, tangible services, and benefits employees recieve as part of an employment relationship. (Milkovich, 1988)
Pengertian ini menjelaskan bahwa kompensasi merupakan hal penting karena pendapatan dan benefit lainnya pada dasarnya merupakan sesuatu untuk memenuhi banyak kebutuhan karyawan. Selain itu juga pendapatan dan benefit lain merupakan simbol prestise, kekuasaan, prestasi dan status karyawan dalam masyarakat. Setiap orang yang menukarkan jasanya kepada organisasi dengan harapan akan memperoleh imbalan. Penentuan besarnya kompensasi memerlukan banyak pertimbangan.
Milcovich (1988) menciptakan suatu model yang menggambarkan faktorfaktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam hal kompensasi bagi karyawan. Pada model tersebut dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang berada di luar teknik kompensasi sebenarnya bertujuan untuk menciptakan efisiensi serta equity bagi karyawan dan perusahaan.
Model ini memperlihatkan secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan maupun ketidakpuasan karyawan dalam hal kompensasi. Hal ini dibandingkan dengan beban pekerjaan serupa yang ditangani karyawan setingkat diorganisasi lain, misalnya tentang karakteristik pekerjaan, hasil yang didapat dari sisi finansial, pendapatan yang pernah diperoleh karyawan sebelumnya, pendapatan yang diperoleh karyawan setingkat di organisasi lain serta pendapatan yang diperolehnya di organisasi. Kompensasi langsung berupa upah/gaji dan insentif, sedangkan kompensasi tidak langsung dapat berupa tunjangan-tunjangan. Dalam hal ini Edwin B. Flippo membedakan tiga jenis kompensasi, yaitu (1) kompensasi dasar, (2) kompensasi variabel, dan (3) kompensasi tambahan tunjangan. Kompensasi dasar berupa upah/gaji biasanya didasarkan pada hasil evaluasi pekerjaan. Evaluasi pekerjaan jika dikaji bersamaan dengan survei atas dasar tarif-tarif yang dibayar oleh perusahaan pesaing, akan membantu perumusan kebijakan upah dan gaji yang memadai. Ini berarti penyusunan kebijakan upah atau gaji harus konsisten dengan kondisi internal dan kondisi eksternal organisasi.
2.5 Sistem Karier
Dalam manajemen sumberdaya manusia, sistem karier karyawan merupakan bagian dari program pengembangan, penghargaan dan pemeliharaan (maintaining) karyawan. Dalam kondisi kompetisi perusahaan industri terdapat suatu kendala yang dirasakan setiap perusahaan, yaitu keterbatasan tersedianya sumberdaya manusia yang handal agar perusahaan mampu bertahan. Untuk mengatasi masalah tersebut sering perusahaan mengambil jalan pintas dengan membajak atau memberi tawaran karier dan penghargaan yang lebih menarik dibandingkan dengan perusahaan asal.
Khusus mengenai sistem karier, rotasi dan penghargaan diakui oleh para ahli dan kalangan praktisi manajemen bisnis dapat menunjang produktivitas kerja para karyawan, sebab faktor tersebut berpengaruh terhadap motivasi kerja. Kaitan antara sistem karier dan rotasi kerja dengan motivasi kerja diungkapkan oleh R. Wayne Mondy dkk (1999) bahwa transfer karyawan dari satu bidang ke bidang kerja lainnya diantaranya adalah untuk menumbuhkan kepuasan kerja dalam diri karyawan. Sementara itu kepuasan kerja amat berpengaruh terhadap motivasi kerja para karyawan suatu perusahaan. Hal senada dikemukakan oleh Robert Kreitner dkk (1998) bahwa rotasi kerja adalah bagian dari sistem karier karyawan yang bertujuan untuk menciptakan varias pekerjaan bagi karyawan, sebab (1) firms often find it necessary to reorganize, (2) to make positions available in the primary promotion channels. Another reason is to satisfy employees personal desires and is an effective dealing with personality clashes.
2.6 Efisiensi Usaha
Efisiensi usaha merupakan ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola sumberdaya perusahaan yang dikenal dengan istilah the six M’s, yaitu Man, Material, Machines, Methods, Money and Market. Efisiensi merupakan ukuran produktivitas dari managerial skill suatu organisasi/ perusahaan. Hanya perusahaan yang efisien yang akan mampu bertahan dalam pasar yang kompetitif.
Boediono (1986), mengemukakan bahwa efisiensi manajemen pada koperasi dapat diukur dengan cooperative effect yaitu seberapa banyak anggota koperasi yang bisa diangkat dari bawah garis kemiskinan. Pendapat Boediono lebih menekankan efisiensi koperasi pada efisiensi pengembangan dan efisiensi pemenuhan kebutuhan anggotanya.
Konsep efisiensi dalam kajian ini lebih menekankan pada efisiensi usaha koperasi dan manfaat yang diberikan koperasi kepada anggotanya. Pengukuran efisiensi usaha menggunakan rasio keuangan yang umum digunakan dalam perusahaan seperti rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio pengungkit (leverage ratio) dan rasio provitabilitas Bambang Riyanto (1995). Sedangkan pengukuran efisiensi di tingkat anggota akan menggunakan konsep Hanel dan Boediono.
2.7 Analisis Positioning
Analisis positioning suatu organisasi atau perusahaan pada hakekatnya adalah bagian dari manajemen pemasaran. Positioning dapat diartikan bagaimana produk suatu perusahaan diposisikan dalam pasar tertentu. Hal ini diamati dari adanya pembelian berulang dari konsumen dan menjadi indikator kepuasan konsumen sehingga perusahaan berhasil menempatkan posisinya di hati para konsumen yang menjamin kelangsungan bisnis perusahaan dalam jangka panjang.
Positioning sering dipakai sebagai strategi manajemen perusahaan untuk memposisikan perusahaan dalam pasar. Mekanismenya diawali dengan analisis lingkungan internal perusahaan untuk menentukan faktor-faktor strategis kekuatan dan kelemahan yang ada. Kemudian, dilanjutkan dengan analisis lingkungan eksternal perusahaan (politik, ekonomi, sosial budaya, demografi, teknologi, dan hukum) untuk mengamati peluang dan ancaman yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisasi.


Nama / NPM              : Frely Revalno Saukoly / 22211967
Kelas / Tahun            : 2EB09 / 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar