Oleh
:
Burhanuddin
Berisi :
Abstraksi & Pendahuluan
Abstrak
This manuscript is the result of the assessment of
assistant Deputy for Cooperative
Research done by several researchers.
Through various improvements, this result was
re-wrapped up by the authors to be adjusted t the format of journal manuscript.
Discussion on cooperative is always still interesting, although always invite
questions which was not rarely unproportional. Not all question could be
replied in an assessment report, but it is expected could provide a color of another
view and could become new questions. However, the interesting thing of this
assessment is that from the point of view of business management discipline,
global business environmental changes all the more persuade cooperative
organizations apply modern management discipline to reformulate objective and
strategy, restructurisation and resources reallocation toward which is more innovative
to create competitive advantage in the market. From the perspective concerned,
management practice now has been left behind and become not relevant with the pursuit
of the era. This is just, which reflects sluggish growth of cooperative, even
stagnant in Indonesia which is indicated by the effect of fundamental weakness
in applying the functions of management.
I. Pendahuluan
Setelah
lebih dari 50 tahun keberadaannya, organisasi koperasi yang diharapkan menjadi
pilar atau sokoguru perekonomian nasional dan gerakan ekonomi rakyat masih
terus dipertanyakan. Sebab perkembangannya belum sesuai dengan harapan atau
mendekati taraf yang dicapai di negara-negara lain. Fenomena empiris koperasi
Indonesia jika dibandingkan dengan praktek koperasi di berbagai negara industri
maju yang menganut sistem ekonomi liberal dan kapitalistik dinilai oleh banyak
kalangan masih jauh tertinggal, atau jalan di tempat (stagnant) dan
cenderung tergantung pada fasilitas dan bantuan pemerintah. Bahkan, sebagian
kalangan lain berpendapat bahwa koperasi lebih sering dimanfaatkan di luar
kepentingan generiknya.
Pendapat
ini dapat ditelusuri berdasarkan data perkembangan koperasi tahun 2006. Secara
kuantitatif, total lembaga koperasi di Indonesia tercatat sebanyak 138.411
unit, dengan jumlah anggota 27.042.342 orang. Namun, dari jumlah tersebut jumlah
koperasi aktif hanya sebanyak 43.703 unit atau hanya sekitar 31,5 persen saja.
Hal ini menunjukkan bahwa koperasi sebagai lembaga ekonomi memiliki derajat
kompleksitas yang lebih tinggi. Kompleksitas ini menyebabkan pertumbuhan
koperasi yang berkualitas sangat terbatas dan cenderung kurang dapat diandalkan
untuk mengatasi problem sosial ekonomi dalam masyarakat. Hal tersebut tidak
tertutup kemungkinan disebabkan oleh muatan dan beban koperasi yang sarat dengan aspek-aspek non
ekonomi, mis-management atau bahkan under managed.
Aktivitas
koperasi sebagai badan usaha, tidak terlepas dari berbagai pengaruh, baik dari
lingkungan internal (SDM, organisasi dan kelembagaan, manajemen, modal, ragam usaha,
keanggotaan, teknologi) maupun lingkungan eksternal (sosial budaya, politik, perekonomian,
hukum, informasi, dan perkembangan iptek) di tingkat regional, nasional dan
internasional. Pengaruh ini sebenarnya mendorong terciptanya perubahan karena adanya
tantangan dan sekaligus peluang bagi pengembangan koperasi. Namun, dapat pula menjadi
ancaman akibat tingkat persaingan yang semakin ketat. Konsekwensinya, manakala
koperasi tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka perubahan hanya menjadi masalah
bagi koperasi. Fakta ini menjadi pertanyaan mendasar yaitu: 1) apakah koperasi masih
relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami perubahan?
2) jikalau masih relevan, mengapa koperasi belum berkembang di Indonesia? 3)
apakah kondisi masyarakat Indonesia sekarang masih kondusif bagi pengembangan ekonomi
rakyat melalui kelompok atau koperasi? 4) apakah proses pengembangan koperasi
di Indonesia masih sejalan dengan konsep/teori ekonomi, manajemen, social budaya,
psikologi, serta hukum yang berlaku umum? 5) apakah berkoperasi merupakan salah
satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat? 6) bagaimana pola pengembangan koperasi
di masa depan pada lingkungan yang dinamis? Keenam pertanyaan di atas dikaji secara
komprehensif melalui perspektif disiplin ilmu Manajemen Bisnis terhadap prospek
masa depan koperasi Indonesia.
Berdasarkan
fenomena masalah di atas dapat dirumuskan dua permasalahan yang spesifiknya
yakni :
1. Bagaimana
prospek pengembangan koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif
ilmu manajemen khususnya manajemen bisnis dengan keempat fungsinya dan
dikaitkan kepada sistem penggajian (renumerasi), dan sistem karier, termasuk
konsep dan analisis positioning koperasi dan non koperasi, efisiensi
usaha dan manajerial skill ?
2. Bagaimana
rumusan rekomendasi model pemberdayaan
koperasi dalam lingkungan yang dinamis ditinjau dari perspektif manajemen
bisnis ?
1.1 Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk menjawab
berbagai persoalan yang sedang berlangsung dalam kehidupan gerakan koperasi di
Indonesia. Secara spesifik tujuan kajian ini adalah untuk (1) Mengetahui
prospek pengembangan koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif ilmu
manajemen, dan (2) Menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan
koperasi dalam lingkungan yang berubah dengan mempertimbangkan dimensi ilmu
manajemen.
II. Pendekatan
Masalah
2.1 Globalisasi dan Manajemen
Globalisasi
adalah suatu fakta kehidupan yang sulit terhindar. Kehidupan
terpengaruh oleh arus
globalisasi terutama kalangan dunia usaha. Badan usaha yang berkeinginan untuk
bertahan dalam pasar dituntut untuk memiliki fokus global, tidak hanya
perusahaan besar bahkan bisnis kecilpun mulai berorientasi global.
Terkait
dengan kondisi ini, Stoner menyatakan bahwa globalisasi menyumbang tiga
fenomena yang saling berkaitan yaitu faktor kedekatan, lokasi dan sikap.
Apabila disatukan, ketiga faktor tersebut menekankan suatu susunan kompleksitas
yang belum pernah terjadi dan dihadapi sebelumnya oleh para manajer organisasi
bisnis.
Globalisasi
mendorong sikap baru yang lebih terbuka dalam mempraktekkan
manajemen secara
internasional. Sikap ini menggabungkan dunia di luar batas-batas nasionalismenya
dengan kemampuan berpartisipasi dalam ekonomi global. Ohmae (2000), menjelaskan
gejala ini dengan pernyataan yang sederhana bahwa ”sekarang tidak ada lagi luar
negeri”.
Implikasi
dari perkembangan globalisasi terhadap konsepsi, pemikiran dan praktek-praktek
manajemen pada berbagai organisasi khususnya pada organisasi bisnis kian tidak
terhindarkan. Semua hal yang semula memadai dan cocok diterapkan pada situasi
budaya lama menjadi usang dengan munculnya globalisasi dan pasar bebas. Dalam
organisasi bisnis saat ini hanya yang paling adaptif yang akan mampu bertahan.
Perusahaan atau organisasi bisnis yang resisten dengan caracara lama, tidak
menyesuaikan diri dan masih belajar akan tertinggal.
Dimensi
lain yang mempengaruhi keberhasilan bisnis adalah variable lingkungan eksternal
seperti politik, ekonomi, sosial budaya, iptek, informasi, etika dan hukum
bisnis. Para pakar dan praktisi bisnis menyadari bahwa perubahan lingkungan
eksternal amatlah cepat, terkadang sulit dimengerti/misterius (Rheinald Kasali,
2005). Oleh karena itu, organisasi bisnis harus tanggap dan adaptif terhadap
perubahan. Taruhannya hanya ada dua pilihan ” berubah” atau ”diubah”.
Sejalan
dengan Rheinald Kasali, M. Fuad, dkk. (2000), mengemukakan bahwa perubahan
lingkungan bisnis global dan teknologi telah mendorong seleksi alamiah yang
mengarah kepada ”yang terkuat yang bertahan” (survival for the fittest).
Keberhasilan perusahaan dalam berbisnis di pasar bersumber dari kemampuan
menyesuaikan diri dengan memberikan pelayanan dan menawarkan barang dan jasa
yang sesuai selera pasar.
Dampaknya, kondisi
pasarpun berubah yang diindikasikan dari :
·
Kekuasaan sudah beralih ke tangan
konsumen (demand driven)
·
Skala produksi yang besar bukan lagi
merupakan suatu keharusan.
·
Batas negara dan wilayah tidak lagi
menjadi kendala.
·
Teknologi dengan cepat dapat dikuasai
dan mudah ditiru.
·
Setiap saat muncul pesaing dengan biaya
yang lebih murah.
·
Meningkatnya kepekaan konsumen terhadap
harga dan nilai.
Menghadapi kondisi
tersebut, para pelaku bisnis termasuk koperasi perlu selalu menganalisis pasar,
mengenali peluang, memformulasikan strategi pemasaran, mengembangkan taktik dan
tindakan spesifik serta menyusun anggaran dan laporan kinerja. Manajemen
bisnis-pun perlu menerapkan paradigma baru yaitu manajemen perubahan, seperti
dilansir oleh Charles Darwin (dalam Rheinald Kasali, 2005) bahwa ”bukan yang
terkuat yang mampu berumur panjang melainkan yang paling adaptif (selalu
menyesuaikan diri dengan perubahan)”. Perusahaan bisnis dianalogikan seperti mahluk
hidup yang berevolusi untuk survive dan meneruskan keturunan. Dalam
evolusi, menoleh ke belakang adalah untuk memaknai kehidupan dan tantangan
kedepan dengan perencanaan matang, cermat dan cerdas.
2.2 Konsepsi Manajemen
Pemahaman
terhadap konsep manajemen tidak dapat dipisahkan dari konsep organisasi. Secara
sederhana organisasi adalah tempat orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai
tujuan tertentu sebagai elemen mendasar. Masalah pokok manajemen organisasi
tidak lain adalah bagaimana mengelola dan mengalokasikan sumber daya (manusia,
modal, fisik, uang, dll) untuk mencapai sasaran atau tujuannya.
Stoner,
dkk. (1996) mendefinisikan manajemen adalah kebiasaan yang dilakukan secara
sadar dan terus menerus dalam membentuk dan menjalankan organisasi. Semua
organisasi mempunyai penanggung jawab terhadap oreganisasi untuk mencapai
sasarannya, orang tersebut adalah manajer. Memperkuat pendapat Stoner itu,
Gibson, (1996) mendefinisikan manajemen adalah suatu proses yang dilakukan oleh
satu individu atau lebih untuk mengkordinasikan berbagai aktivitas untuk mencapai
hasil lebih baik yang tidak dapat dicapai apabila individu bertindak sendiri-sendiri.
Aliran Manajemen
Ilmiah
Teori
manajemen ilmiah muncul sebagai akibat dari kebutuhan organisasi untuk
meningkatkan produktivitas. Di awal abad ke 20, terutama di Amerika Serikat,
tenaga kerja terampil terasa amat kurang. Satu-satunya cara untuk meningkatkan
produktivitas adalah meningkatkan efisiensi para pekerja. Proponen teori ini adalah
Frederick W. Taylor, Henry L. Gantt, Frank serta Lilian Gillbert.
Frederick
W. Taylor (1856-1915) dalam Stoner (1995:34), mendasarkan filosofinya pada
empat prinsip dasar manajemen yaitu :
·
Metoda terbaik untuk melaksanakan setiap
tugas dapat ditentukan.
·
Seleksi ilmiah para pekerja dengan
pemberian tanggung jawab melakukan tugas yang paling sesuai.
·
Pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan bagi para pekerja.
·
Kerja sama bersahabat dan secara pribadi
antara manajemen dan tenaga kerja.
Keberhasilan
menerapkan keempat prinsip tersebut memerlukan revolusi mental pihak manajemen
dan tenaga kerja untuk bekerjasama meningkatkan produksi yang pada gilirannya
laba akan meningkat sehingga kesejahteraan karyawanpun membaik pula. Salah satu
upaya Taylor yang paling populer adalah mengenai studi gerak dan waktu (time
motion study) pada lini produksi. Kontribusi Taylor dapat dilihat pada lini
perakitan pabrik mobil yang menghasilkan produk akhir lebih cepat dari
sebelumnya. Keajaiban peningkatan produktivitas ini hanya salah satu warisan
dari manajemen ilmiah. Teknik efisiensi Taylor telah diterapkan pada berbagai tugas
dalam organisasi non industri seperti perusahaan jasa makanan siap saji sampai
pelatihan untuk dokter bedah.
Aliran Teori
Organisasi Klasik
Manajemen
ilmiah memikirkan cara meningkatkan produktivitas dari pabrik dan individu
pekerja, sedangkan teori organisasi klasik menemukan pedoman pengelolaan
organisasi kompleks seperti pabrik. Para tokoh dibalik aliran ini adalah Henri
Fayol, Max Weber, Mary Parker Pollett, dan Chester I. Bernard.
Fayol berpendapat
praktek manajemen yang mantap mempunyai pola tertentu yang dapat diidentifikasi
dan dianalisis. Dari pemahaman dasar ini dirancanglah suatu doktrin manajemen
yang kompak, yang salah satunya masih memiliki kekuatan dan dianut oleh banyak
organisasi hingga sekarang. Bila Taylor fokus kepada organisasi, Fayol tertarik
pada total organisasi dan memusatkan pada manajemen, hal yang paling diabaikan
dalam operasi bisnis. Sebelumnya dipercaya bahwa seorang ”manajer dilahirkan,
bukan dibentuk”. Akan tetapi Fayol meyakini bahwa manajemen adalah suatu keterampilan
yang dapat diajarkan kalau 14 prinsip-prinsip dasarnya difahami.
Sejalan
dengan Polett, Chester Bernard (1886-1963) dalam Stoner (1995:38), memperkuat pernyataan
ini bahwa sebenarnya orang berkumpul dalam organisasi formal untuk mencapai
tujuan yang tidak dapat mereka capai kalau bekerja sendiri. Tetapi pada saat
mengejar tujuan organisasi mereka juga harus memuaskan kebutuhan individual
masing-masing.
Aliran Tingkah
Laku
Aliran
tingkah laku menganggap bahwa organisasi juga hidup bagaikan manusia. Aliran
ini mengkritik pendekatan organisasi klasik yang tidak berhasil mencapai
produksi efisien dan keharmonisan di tempat kerja yang memadai. Pendekatan
aliran tingkah laku dalam manajemen (Behavioral Management) lebih
banyak didukung oleh disiplin sosiologi dan psikologi.
Aliran Ilmu
Manajemen
Ilmu
manajemen (Management science) muncul pada saat perang dunia kedua,
ketika pasukan Inggris dengan sekutunya berhasil membentuk tim operation
research (OR) yang beranggotakan berbagai ahli matematika, fisika dan ilmu
yang lain dalam tim OR. Tujuannya adalah bagaimana dengan ketersediaan
logistik, serdadu, persenjataan yang ada harus mampu menaklukkan Jerman dan Jepang.
Terbukti memang Inggris dan sekutunya berhasil memenangkan perang, kemudian
setelah perang usai, penerapan model OR menjadi semakin jelas terlebih lagi
setelah ditemukannya komputer berkecepatan dan kemampuan tinggi hingga
komunikasi antarkomputer membuka jalan untuk menangani masalah organisasi dalam penggunaan sumber dayanya
yang semakin kompleks untuk tujuan analisis optimasi pemakaiannya.
Aliran Mutakhir
Teori Manajemen
Teori
manajemen modern pada dasarnya adalah mozaik dari berbagai teori yang paling
sedikit telah bertahan selama satu abad terakhir (Stoner et. al., 1995:45).
Teori manajemen yang belakangan muncul diantaranya menggunakan pendekatan
sistem dan pendekatan kontingensi (situasional).
Pendekatan
sistem dalam manajemen memandang organisasi sebagai suatu kesatuan sistem atas
berbagai sub-sistem yang saling berkaitan Pendekatan ini memberikan kemungkinan
kepada para menejer untuk melihat organisasi secara keseluruhan dan sebagai
bagian dari lingkungan eksternal organisasi yang lebih luas dan berubah secara
dinamis. Teori sistem setidaknya membantu manajer dalam meramalkan bagaimana
pengaruh lingkungan eksternal dari sistem bisnis global terhadap organisasi
sebagai salah satu sub sistemnya.
2.3
Fungsi dan Proses Manajemen
Para
pakar manajemen sejak akhir abad kesembilan belas, mendefinisikan manajemen
dalam empat fungsi spesifik, yaitu Planning, Organizing, Actuating),
dan Controlling. Perkembangan terkini, para pakar manajemen Amerika
cenderung hanya menganut tiga fungsi utama yaitu Planning, Organizing,
dan Controlling sebab dianggap bahwa Actuating sebenarnya
termasuk dalam fungsi perencanaan (Gibson, et. al., 1996:174). Proses manajemen
adalah cara sistematik yang sudah ditetapkan dalam melakukan kegiatan yang
menekankan manajer terlibat dalam aktivitas yang saling terkait dalam
fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan.
Dalam
praktek, penerapan fungsi pengendalian dalam manajemen modern dikaitkan dengan
orientasi peningkatan kualitas secara menyeluruh. Konsep ini dikenal sebagai Total
Quality Management (TQM) dan istilah total mengandung makna every
process, every job and every person (Lewis and Smith, 1994). Pengertian
TQM dibedakan dalam dua aspek (Goetsch and Davis, 1994). Aspek pertama menguraikan
pengertian TQM yaitu pendekatan dalam menjalankan bisnis/usaha yang berupaya
memaksimalkan daya saing melalui penyempurnaan terus-menerus atas produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan organisasi. Aspek kedua adalah cara mencapainya
dan berkaitan dengan 10 karakteristik TQM. Creech (1996) di sisi lain
mengemukakan terdapat lima pilar untuk berhasil menerapkan TQM, yaitu produk,
proses, organisasi, pemimpin dan komitmen.
2.4 Sistem Penggajian
(Renumerasi)
Para
peneliti dan praktisi manajemen telah berusaha mengembangkan pemahaman terhadap
hubungan antara struktur organisasi dengan kinerja, sikap karyawan, kepuasan
kerja dan berbagai variabel lain yang dianggap penting. Namun usaha pemahaman
tersebut terhambat oleh kerumitan hubungan diantara variabelvariabel tersebut
dan kesulitan dalam mengukur dan menentukan konsep struktur organisasi itu
(Gibson, et. al., 1996: 235). Oleh sebab itu, dimensi sistim penggajian dan
sistim karier dimasukkan dalam ranah struktur organisasi untuk kemudian menjadi
variabel sendiri dalam ranah manajemen sumberdaya manusia sebagai cabang ilmu
manajemen yang mendalami masalah tersebut.
Sistem
penggajian (renumerasi) atau sistem kompensasi merupakan hal yang paling
mendasar dari manajemen sumberdaya manusia sebab adanya tenaga dan pikiran yang
dicurahkan untuk mendapatkan kompensasi. Kompensasi dapat mencakup insentif
untuk meningkatkan motivasi karyawan yang pada gilirannya meningkatkan
produktivitas karyawan. Kompensasi didefinisikan sebagai what employees
receive in exchange for their work, including pay and benefits. (Werther, 1994).
Definisi lain menyebutkan Compensation refers to all forms of financial returns,
tangible services, and benefits employees recieve as part of an employment relationship.
(Milkovich, 1988)
Pengertian
ini menjelaskan bahwa kompensasi merupakan hal penting karena pendapatan dan
benefit lainnya pada dasarnya merupakan sesuatu untuk memenuhi banyak kebutuhan
karyawan. Selain itu juga pendapatan dan benefit lain merupakan simbol
prestise, kekuasaan, prestasi dan status karyawan dalam masyarakat. Setiap orang
yang menukarkan jasanya kepada organisasi dengan harapan akan memperoleh imbalan.
Penentuan besarnya kompensasi memerlukan banyak pertimbangan.
Milcovich
(1988) menciptakan suatu model yang menggambarkan faktorfaktor yang terlibat
dalam pengambilan keputusan dalam hal kompensasi bagi karyawan. Pada model
tersebut dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang berada di luar teknik
kompensasi sebenarnya bertujuan untuk menciptakan efisiensi serta equity
bagi karyawan dan perusahaan.
Model
ini memperlihatkan secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
maupun ketidakpuasan karyawan dalam hal kompensasi. Hal ini dibandingkan dengan
beban pekerjaan serupa yang ditangani karyawan setingkat diorganisasi lain,
misalnya tentang karakteristik pekerjaan, hasil yang didapat dari sisi finansial,
pendapatan yang pernah diperoleh karyawan sebelumnya, pendapatan yang diperoleh
karyawan setingkat di organisasi lain serta pendapatan yang diperolehnya di organisasi.
Kompensasi langsung berupa upah/gaji dan insentif, sedangkan kompensasi tidak
langsung dapat berupa tunjangan-tunjangan. Dalam hal ini Edwin B. Flippo
membedakan tiga jenis kompensasi, yaitu (1) kompensasi dasar, (2) kompensasi
variabel, dan (3) kompensasi tambahan tunjangan. Kompensasi dasar berupa
upah/gaji biasanya didasarkan pada hasil evaluasi pekerjaan. Evaluasi pekerjaan
jika dikaji bersamaan dengan survei atas dasar tarif-tarif yang dibayar oleh perusahaan
pesaing, akan membantu perumusan kebijakan upah dan gaji yang memadai. Ini
berarti penyusunan kebijakan upah atau gaji harus konsisten dengan kondisi
internal dan kondisi eksternal organisasi.
2.5 Sistem Karier
Dalam
manajemen sumberdaya manusia, sistem karier karyawan merupakan bagian dari
program pengembangan, penghargaan dan pemeliharaan (maintaining) karyawan.
Dalam kondisi kompetisi perusahaan industri terdapat suatu kendala yang dirasakan
setiap perusahaan, yaitu keterbatasan tersedianya sumberdaya manusia yang
handal agar perusahaan mampu bertahan. Untuk mengatasi masalah tersebut sering
perusahaan mengambil jalan pintas dengan membajak atau memberi tawaran karier
dan penghargaan yang lebih menarik dibandingkan dengan perusahaan asal.
Khusus
mengenai sistem karier, rotasi dan penghargaan diakui oleh para ahli dan
kalangan praktisi manajemen bisnis dapat menunjang produktivitas kerja para karyawan,
sebab faktor tersebut berpengaruh terhadap motivasi kerja. Kaitan antara sistem
karier dan rotasi kerja dengan motivasi kerja diungkapkan oleh R. Wayne Mondy
dkk (1999) bahwa transfer karyawan dari satu bidang ke bidang kerja lainnya diantaranya
adalah untuk menumbuhkan kepuasan kerja dalam diri karyawan. Sementara itu
kepuasan kerja amat berpengaruh terhadap motivasi kerja para karyawan suatu
perusahaan. Hal senada dikemukakan oleh Robert Kreitner dkk (1998) bahwa rotasi
kerja adalah bagian dari sistem karier karyawan yang bertujuan untuk
menciptakan varias pekerjaan bagi karyawan, sebab (1) firms often find it
necessary to reorganize, (2) to make positions available in the primary
promotion channels. Another reason is to satisfy employees personal
desires and is an effective dealing with personality clashes.
2.6 Efisiensi Usaha
Efisiensi
usaha merupakan ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola sumberdaya
perusahaan yang dikenal dengan istilah the six M’s, yaitu Man,
Material, Machines, Methods, Money and Market. Efisiensi merupakan
ukuran produktivitas dari managerial skill suatu organisasi/ perusahaan.
Hanya perusahaan yang efisien yang akan mampu bertahan dalam pasar yang
kompetitif.
Boediono
(1986), mengemukakan bahwa efisiensi manajemen pada koperasi dapat diukur
dengan cooperative effect yaitu seberapa banyak anggota koperasi yang bisa
diangkat dari bawah garis kemiskinan. Pendapat Boediono lebih menekankan efisiensi
koperasi pada efisiensi pengembangan dan efisiensi pemenuhan kebutuhan anggotanya.
Konsep
efisiensi dalam kajian ini lebih menekankan pada efisiensi usaha koperasi dan
manfaat yang diberikan koperasi kepada anggotanya. Pengukuran efisiensi usaha
menggunakan rasio keuangan yang umum digunakan dalam perusahaan seperti rasio
likuiditas, rasio aktivitas, rasio pengungkit (leverage ratio) dan rasio
provitabilitas Bambang Riyanto (1995). Sedangkan pengukuran efisiensi di tingkat
anggota akan menggunakan konsep Hanel dan Boediono.
2.7 Analisis Positioning
Analisis
positioning suatu organisasi atau perusahaan pada hakekatnya adalah bagian
dari manajemen pemasaran. Positioning dapat diartikan bagaimana produk suatu
perusahaan diposisikan dalam pasar tertentu. Hal ini diamati dari adanya pembelian
berulang dari konsumen dan menjadi indikator kepuasan konsumen sehingga
perusahaan berhasil menempatkan posisinya di hati para konsumen yang menjamin
kelangsungan bisnis perusahaan dalam jangka panjang.
Positioning
sering
dipakai sebagai strategi manajemen perusahaan untuk memposisikan perusahaan
dalam pasar. Mekanismenya diawali dengan analisis lingkungan internal
perusahaan untuk menentukan faktor-faktor strategis kekuatan dan kelemahan yang
ada. Kemudian, dilanjutkan dengan analisis lingkungan eksternal perusahaan
(politik, ekonomi, sosial budaya, demografi, teknologi, dan hukum) untuk
mengamati peluang dan ancaman yang dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan organisasi.
Nama / NPM : Frely Revalno
Saukoly / 22211967
Kelas / Tahun : 2EB09 / 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar