syalom


widget

welcome


widget

Minggu, 30 Desember 2012

REVIEW 1: KOPERASI SEKOLAH Titik Masuk Mengurai “Lingkaran Setan” Pengangguran dan Kewirausahaan.


Oleh :
Ir. Priambodo, MS*
                               Infokop Nomor 28 Tahun XXII, 2006


Barangkali agak terasa .janggal. mendengar kembali kata .koperasi Sekolah.. Rasanya dalam dasawarsa terakhir, koperasi sekolah agak luput dari perhatian,
Tetapi, dalam situasi tertentu memperluas kesempatan kerja dan mendorong sebesar-besarnya pertumbuhan wirausaha baru, koperasi sekolah menjadi .aktor
utama. mengatasi permasalahan tersebut. Ada nilai dan potensi strategis yang
dimiliki koperasi sekolah, yang patut diposisikan kembali sehingga permasalahan
klasik, pengangguran, kemiskinan dan lemahnya kewirausahaan, tidak selalu terulang tahun demi tahun. Dalam kerangka itu, mari kita mengupas secara jernih
nilai dan potensi strategi koperasi sekolah, sebagai salah satu upaya menutup permodalan klasik dalam jangka panjang kedepan.

Pertimbangan Dasar
Pengungkapan relevansi koperasi sekolah sebagai tawaran menggunting lingkaran setan pengangguran, kemiskinan dan kewirausahaan, dipicu oleh kondisi
realistis yang ada. Data time series menunjukkan ada kesamaan struktur pengangguran dan kemiskinan sejak dahulu sampai sekarang. Hal ini dapat memunculkan praduga bahwa penyelesaian masalah pengangguran dan pengembangan kewirausahaan tidak dapat dilakukan secara instant. Tetapi harus dilakukan secara sistimatis jangka panjang.
Marilah kita simak, data pengangguran (terakhir Satkernas BPS, 2006) berikut. Walaupun data yang disajikan untuk tahun 2006, namun pengamatan
dari masa ke masa komposisi penganggur relatif tidak berbeda nyata. Sebagian
besar penganggur yaitu sekitar 86% pada tahun 2000 dan 2006 sekarang ini, adalah lulusan sekolah dasar, (SD), sekolah menengah pertama (SMTP) dan sekolah menengah atas (SMTA). Konsistensi angka dan komposisi penganggur
selama 5 tahun terakhir, kuat dan meyakinkan bahwa, perlu memodifikasi pendekatan dan penanganan aspek manusia, sejak dini sebagai cara mengatasi .inti masalah. dan bukan mengatasi .gejala masalah.. Atau dengan kata lain sebenarnya titik kritis pengangguran didominasi angkatan kerja kelompok SD, SMTP dan SMTA. Disinilah ditawarkan alternatif melalui pengembangan koperasi sekolah.
Table 1.
Data Pengangguran menurut Pendidikan
No
Pendidikan
2006
2006
Jumlah
(%)
Jumlah
(%)
1
2
3
4
5
6

< SD
SD
SMTP
SMTA
D2 + D3
S1
257.330
911.782
984.104
2.476.739
175.417
254.111
5
18
19
49
3
5
849.425
2.675.459
2.860.007
4.047.016
297.185
375.601
8
24
26
36
3
3

Jumlah:
5.062.483
100
11.104.693
100
Sumber : BPS 2002 dan 2006


Komposisi terbesar penganggur adalah pendidikan SD, SMTP dan SMTA serta konsistensi komposisi dari tahun ke tahun, memicu satu asumsi bahwa ada sesuatu dibalik fakta itu. Kenapa kuantitas dan komposisinya secara konsisten tidak banyak berubah ?
Jika didekati dari sisi pengembangan sumber daya manusia, secara ideal, mereka seharusnya melanjutkan pendidikan dalam jenjang yang lebih tinggi. Para lulusan SD akan melanjutkan ke SMTP. Para lulusan SMTP akan melanjutkan
ke SMTA dan seterusnya. Tetapi ada sebagian dari mereka, dengan berbagai alasan memilih atau masuk ke pasar kerja. Sebagian dari kelompok ini, menjadi pencari kerja. Karena keterbatasan lapangan kerja, terpaksa harus menganggur.
Disini dapat diperoleh informasi, mengapa terpaksa harus menganggur ? Ada
banyak alasan, tetapi dapat diperkirakan, para lulusan lebih berorientasi atau
motivasi menjadi pekerja daripada menjadi orang yang mandiri, menciptakan
kerja bagi dirinya sendiri (wirausaha).
Angka pengangguran di atas adalah fakta apa adanya. Fakta tersebut memuat
infomasi strategis, yaitu bahwa harus dilakukan pembaharuan atau perombakan, untuk secara sistimatis mempersiapkan generasi lulusan SD, SMTP dan SMTA untuk memiliki alternatif, menjadi pencari kerja dan/atau menjadi
wirausaha. Upaya dan cara mengatasi pengangguran,kemiskinan dan kewirausahaan, tidak dapat dilakukan secara sesaat. Sebab pangkal persoalannya adalah ketidaksiapan untuk tidak menjadi penganggur, yang sudah melembaga dan terstruktur dari masa ke masa.
Penyiapan secara dini, mental dan jiwa  kewirausahaan sejak di bangku sekolah dasar, memberikan alternatif untuk tidak hanya nantinya menjadi orang pencari kerja tetapi orang yang dapat menciptakan kerja (wirausaha). Disinilah letak strategis koperasi sekolah, yang bukan hanya dilihat dari sisi perkoperasian saja. Tetapi lebih luas lagi, sebagai wahana pembelajaran.

Potensi Strategis Koperasi Sekolah
Gambaran relevansi koperasi sekolah terhadap masalah klasik, pengangguran,
kemiskinan dan kewirausahaan, adalah jelas. Langkah berikut mengurai secara
teknis potensi yang dapat dimiliki koperasi sekolah. Pertama, tentunya perlu mendudukkan kondisi dan posisi koperasi sekolah, dilihat dari sudut pandang perkoperasian. Kedua, menyajikan potensi-potensi yang dimiliki koperasi sekolah.
1. Koperasi Sekolah.
Koperasi sekolah, dari sisi kelembagaan belum dapat dikatakan sebagai koperasi yang sebenarnya. Ketentuanketentuan perkoperasian, seperti .anggota koperasi adalah orang yang mampu melakukan tindakan hukum. tentu belum dapat dipenuhi oleh para siswa. Mereka pada umumnya masih muda, dengan umur antara 6-18 tahun. Karena itu, koperasi sekolah belum dapat diterbitkan badan hukum koperasi. Dalam statistic perkoperasian, maka koperasi sekolah dicatat atau didaftar.
Dalam posisi seperti itu, tentu harapan yang diletakkan pada suatu koperasi sekolah, tidak untuk melakukan proses usaha sebagaimana koperasi lain yang telah berbadan hukum. Tujuan akhir koperasi sekolah, tidak membawa siswa untuk menjadi pengusaha atau mencari untung. Siswa adalah siswa, dengan misi pokok sebagai pelajar yang harus menuntut ilmu. Keberadaan koperasi sekolah, sebagai wahana pembelajaran, sehingga memiliki alternative bagi kepentingan di masa depan.
Secara teoritis, pengembangan kewirausahaan tidak dapat dilakukan secara”instant”. Sikap mental kewirausahaan, membutuhkan sentuhan-sentuhan nyata, untuk mengasah potensi-potensi internal yang ada pada diri masing-masing orang, menjadi peka dan terlatih. Proses pembelajaran seperti ini mempercepat terbangunnya sikap mental kewirausahaan. Dampak yang diprediksi akan diperoleh oleh siswa di masa depan, yaitu mereka tidak “gagap” dalam menghadapi tantangan dan keterbatasan ruang gerak kesempatan kerja.
2. Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) sekolah.
Analisis potensi sumber daya manusia (SDM) sekolah, mencerminkan jumlah dan kualitas sehingga, relevan dan logis mendudukkan koperasi sekolah sebagai titik masuk mengatasi permasalahan nasional yang ada. Pertama, berpijak pada sisi jumlah (kuantitas) SDM sekolah, baik siswa (murid), guru dan tenaga non guru. Seberapa besar potensi SDM sekolah sehingga patut diposisikan sebagai .aktor. mengatasi pengangguran, kemiskinan dan pengembangan kewirausahaan ?. Mari kita simak data statistic berikut :

Tabel 2. Jumlah Siswa, Guru dan Tenaga Non Pengajar
No
Lulusan
Sekolah
(unit)
Siswa
(orang)
Kepsek
& Guru
(orang)
Staf Non
Pengajar
(orang)
1
2

3

Sekolah Dasar (SD)
Sekolah Menengah Pertama
(SMTP)
Sekolah Menengah
(SMTA)
147.793
22.274

14.564
25.997.445
7.553.086

5.566.683
1.335.086
542.591

435.466
102.918
108.967

93.739

Jumlah
184.631
39.117.214
2.313.143
305.624
Sumber : Depdiknas 2004/2005

Apakah jumlah siswa 39,1 juta adalah besar atau kecil ? tentu relatif. Dengan menggunakan data pembanding Tabel 1, ada sekitar 9,5 juta penganggur adalah lulusan SD, SMTP dan SMTA maka secara kualitatif dapat ditebak, betapa signifikan pembelajaran kewirausahaan sejak di bangku sekolah. Keberhasilan mengasah potensi kewirausahaan, diperkirakan memiliki andil besar terhadap penurunan pengangguran dalam jangka menengah atau panjang. Dengan demikian menjadi jelas dan logis, jika dilihat dari sisi kuantitas (jumlah siswa), pengembangan koperasi sekolah, sebagai wahana pembelajaran dan mengasah potensi kewirausahaan, adalah memiliki pijakan yang valid dan logis. Potensi sumber daya manusia sekolah, akan menjadi lebih besar dengan memasukkan pula jumlah tenaga pengajar dan pengajar.
Dengan hitungan sederhana, asumsi setiap sekolah ada satu koperasi sekolah, maka ada 184.631 unit koperasi sekolah sebagai sarana pembelajaran berkoperasi dan berusaha. Tentu, sisi penting bukan obsesi pada jumlah (184.631 unit), tetapi lebih penting adalah tersedianya wahana proses pembelajaran untuk memiliki alternatif menjadi mandiri, dan/ atau sebagai pencari kerja.
3. Potensi sebagai Wahana Pembelajaran.
Uraian di bagian depan sudah menyinggung tentang, esensi, nilai strategis
dan potensi koperasi sekolah dalam memberikan andil untuk mengatasi pengangguran, kemiskinan dan pengembangan kewirausahaan.
Koperasi, adalah badan usaha, karena itu tentu melakukan dan memiliki motif usaha. Keberadaan koperasi di sekolah, yaitu dalam wujud koperasi sekolah, siswa memperoleh manfaat ganda. Pertama, siswa dapat secara langsung mengenal melihat, melakukan kehidupan berkoperasi. Sejak dini mengetahui dan mempraktekkan sendiri kehidupan koperasi. Pengetahuan (teori) tentang koperasi yang diajarkan, dapat dipraktekkan secara nyata disekolah. (catatan, pada kesempatan ini belum dapat dipastikan keberadaan mata pelajaran perkoperasian pada kurikulum SD, SMTP dan SMTA). Lepas ada atau tidak adanya mata ajaran formal, keberadaan koperasi sekolah tetap memiliki benefit bagi siswa secara individu, maupun bagi kepentingan pembangunan nasional.
Kedua, benefit yang tidak kalah penting yaitu bahwa koperasi sekolah adalah wahana pembelajaran berusaha, yang memiliki dampak besar di masa depan terhadap pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kewirausahaan.
Para siswa mengenal dan mempraktekkan sendiri aktivitas-aktivitas transaksi atau berusaha seperti : mencatat, membukukan, melayani pelanggan, menerima barang, mengelola barang serta berbagai aktifitas transaksi lainnya. Nampak sederhana. Walaupun secara teoritis sampai sekarang ini, tetap valid ada 2 (dua) pendapat bahwa kewirausahaan itu bakat, dan aliran lain menyatakan kewirausahaan itu dapat dilatihkan. Tetapi, menjeburkan. siswa ke dalam lingkungan yang mendorong mereka untuk : mengenal, melihat, merasakan dan bahkan mempraktekkan sendiri aktivitas-aktivitas transaksi usaha, memiliki korelasi positif terhadap pembentukan sikap mental kewirausahaan. Dalam arti, pengembangan koperasi sekolah menciptakan lingkungan yang mendorong siswa terasah potensi kewirausahaannya, sehingga tidak tercipta ketergantungan.
Kesimpulan
Pembahasan tentang koperasi sekolah, memperlihatkan fakta potensi
sumberdaya manusia di sekolah, relevansi dan peran koperasi sekolah korelasinya dengan upaya mengatasi pengangguran dan kewirausahaan di masa depan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Menyimak data komposisi pengangguran dari tahun ke tahun, relatif tidak ada perubahan signifikan. Komposisi terbesar penganggur (86%) tetap didominasi lulusan SD, SMTP dan SMTA, yang dapat disimpulkan perlunya melakukan sesuai yang “beda”agar lingkaran setan ini tidak terus berkelanjutan. Dengan kata lain, mengatasi permasalahan pengangguran, kemiskinan dan kewirausahaan, tidak dilakukan secara “instant” agar tidak terulang ceritera lama di masa depan.
2. Menganggur mungkin sekali keterpaksaan, karena keterbatasaan pasar tenaga kerja. Tetapi, menganggur sangat mungkin individu-orang, tidak memiliki kesiapan pilihan, sebagai pencari kerja (tergantung orang lain), dan/atau menciptakan kerja (wirausaha). Karena itu, keterpaksanaan tersebut betul-betul terpaksa. Pembelajaran berusaha sedini mungkin, memberikan kesempatan untuk mengasah potensi kewirausahaan yang ada pada diri masing-masing siswa. Namun tetap dicatat, secara prinsip koperasi sekolah tidak dimaksudkan mengarahkan siswa menjadi pengusaha. Koperasi sekolah sebagai wahana, mengasah potensi yang nantinya menyediakan pilihan bagi mereka di masa depan.
3. Melihat fungsi strategis koperasi sekolah, dapat dirintis pengembangan koperasi sekolah yang sudah ada sekarang ini, di beberapa lokasi terpilih, sebagai model pembelajaran koperasi dan kewirausahaan.





Nama / NPM                 : Frely Revalno Saukoly / 22211967
Kelas / Tahun                : 2EB09 / 2012



Tidak ada komentar:

Posting Komentar